Lihat ke Halaman Asli

Mungkinkah Melibatkan Anak dalam Merencanakan Pembangunan Kota? (2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12951473601145438497

[caption id="attachment_84909" align="alignleft" width="300" caption="Parstisipasi anak sebagai media untuk dialog anatar pemegang hak dan pelaksana kewajiban"][/caption] Memperjuangkan isu anak, agar menjadi fokus perhatian semua pihak tentunya sebuah perjalanan yang begitu pajang. Terkadang, kita sering tidak sabar, sehingga, seringkali melihat sebuah keberhasilan  dari hasil akhir, tanpa mau menengok terlebih dahulu prosesnya. Bisa jadi ini dianggap terlalu bertele-tele, atau memang malas untuk berpikir secara serius. Sehingga yang terjadi tindakan potong kompas, yang penting kegiatan jalan, ada hasil, meski tak tahu, apakah hasilnya benar atau tidak. Situasi demikian tidak jauh beda dengan apa yang terjadi di Kota Solo. Demikian pula yang terjadi dalam membicarakan soal partisipasi anak dalam pembangunan. Terkadang seringkali terjadi perdebatan panjang, baik dari sisi teknis maupun subtansi. Namun yang melelahkan, jika pembicaraannya lebih dominan dari sisi teknis. Ini tentunya sangat menjenuhkan. Maklum, bagi SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) ini bicara soal kejar tayang, terkait dengan realisasi penggunaan APBD. Kalau sudah begitu, biasanya kita kemudian mencoba kompromi, meski kadang dongkol juga. Kembali soal partisipasi anak. Di Solo, SKPD yang menjadi leading sector untuk isu ini ada dua. Pertama, kalau untuk urusan anak, maka menjadi tanggungjawab Bapermas,PP,PA dan KB (Badan pemberdayaan masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana). Namun jika bicara soal teknis keterlibatan dalam perencanaan pembangunan, menjadi domain Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Baru-baru ini, Pemerintah Kota Solo telah mengeluarkan surat keputusan Walikota no.27-A/2010 tentang pedoman petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Musrenbang. Yang menarik dari surat keputusan tersebut, kepesertaan musrenbang juga mencantumkan forum anak. Tentunya ini patut diapresaiasi. Sebab berdasarkan pengalaman, tidak ada daerah yang berani melibatkan anak-anak terlibat didalam musrenbang. Hal ini bisa jadi disebabkan panitia (baik SC dan OC) tidak mau repot-repot dengan segala keroptannya untuk memfasilitasi anak, atau bisa juga perspektif mereka yang belum belum berubah soal anak. Namun yang patut diberi catatan dalam surat keputusan walikota no.27-A/2010 tersebut, lebih soal pada mekanisme partisipasi anak didalam musrenbang. Sebab didalam surat keputusan tidak menjelaskan mengenai mekanisme keterlibatan anak. Jika kemudian tidak diatur, kemungkinan yang terjadi adalah, anak akan ditempatkan yang sama dengan orang dewasa, kemudian diajak berdebat dalam satu ruangan untuk berbicara tentang soal skala prioritas program. Tentu pada posisi ini anak akan kalah, dan cenderung menjadi silent participants, yang tentunya ini sangat tidak menguntungkan bagi anak-anak yang terlibat. Jika hal ini terus dipaksakan, maka yang terjadi adalah anak diseret dalam pemenuhan formalitas penyelenggaraan Musrenbang. Perlu diketahui juga bagi Pemerintah Kota Solo, untuk melibatkan anak-anak dalam pelaksanaan Musrenbang juga harus memperhatikan prinsip-prinsip hak anak, sebagaimana yang tertuang didalam KHA (Konvensi Hak Anak). Inipun jika Pemerintah Kota Solo bila tidak mau  untuk dikatakan melanggar hak anak. Forum anak, organisasi anak, dan anak Ada hal yang menarik dengan kebijakan kota layak anak di kota Surakarta. yaitu soal keberadaan forum anak. Bila mendengar presentasi dari Pemkot Solo, melalui SKPD Bapermas,PP,PA dan KB diberbagai kesempatan, ada yang patut dicermati, bahwa Solo telah memiliki berbagai macam forum anak, yang telah difasilitasi oleh Pemerintah, dan ini juga melalui dukungan pendanaan dari UNICEF. Forum-forum bentukan Pemerintah ini muncul baik di Kota, maupun dibeberapa Kalurahan, seiring pembetukan Kalurahan layak anak. Berdasarkan informasi dari bapermas.PP.PA dan KB kota Solo, saat ini sudah terbentuk forum anak di tingkat kota maupun ditingkat Kalurahan. Keberadaan forum tersebut sebagai bentuk untuk menampung aspirasi anak-anak. Ditingkat Kota ada namanya FAS (Forum Anak Surakarta), kemudian ditingkat Kalurahan juga ada Forum anak, dengan nama yang berbeda. Forum yang berada di Kota maupun yang ada di Kalurahan tidak terjalin hubungann struktural. Dalam perjalanannya, forum-forum yang difasilitasi oleh Pemerintah ini justru banyak di dominasi oleh anak-anak sekolah, yang seharusnya juga mewadahi dari anak-anak komunitas sektoral. Keberadaan anak-anak sektoral (buruh anak, pemulung, anak jalanan, dll) justru termarginalkan. Belum lagi, adanya kelompok anak-anak yang terbentuk dan di fasilitasi oleh NGO anak, belum tentu masuk di dalam forum tersebut. Dengan demikian keberadaan forum tersebut akhirnya menjadi kehilangan basis dukungan dari anak-anak marginal. Maka tidak heran, jika kemudian posisi FAS sekarang ini kurang greget, apalagi ditambah dukungan Pemerintah Kota yang setengah hati. Kondisi tersebut menjadikan FAS semakin melemah kalau dijadikan sebagai forum anak yang sebenarnya. Disisi lain, saat ini NGO anak yang ada di Solo juga memiliki pendampingan komunitas anak, dan mereka juga membentuk organisasi anak dilembaganya masing-masing. Organisasi yang didampingi oleh NGO ini lebih hidup, mengingat intensitas pendampingan yang terus berjalan. Disisi lain, masih banyak pula anak-anak yang dalam posisi marginal, namun belum terwadahi didalam kelembagaan manapun. Sehingga bisa dipastikan, suara anak-anak tersebut tak pernah terangkat ke permukaan, untuk dijadikan dasar pembuatan kebijakan. Tentunya, posisi anak-anak yang berada diluar  forum anak  bentukan Pemerintah ini, sangat mungkin tidak bakal terdengar suaranya (silent voice). Apalagi jika kembali bicara pada kerangka Musrenbang. Didalam surat keputusan Walikota Solo, nomor:27-A/2010, menjelaskan bahwa salah satu peserta dari anak melalui forum anak. Namun demikian, surat keputusan tersebut masih memberikan peluang (multitafsir), bagi anak-anak yang berada diluar forum anak bentukan Pemerintah. Sebab di didalam surat keputusan tersebut menyebutkan forum anak, berarti forum anak yang dimaksud bukan lembaga atau organisasi anak, namun wadah yang tidak mengikat satu kelompok saja. Siapapun, baik anak yang mewakili organisasi anak atau individu bisa terlibat didalam musrenbang, yang melalui forum anak. (tulisan lanjutan masih dipersiapkan) Tumenggungan, 16 januari 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline