Dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian ,ya bakalan mungkin timbul sengketa di kemudian hari. Sengketa yang perlu diantisipasi itu mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul perjanjian, apa isi perjanjian atau sengketa tersebut disebabkan oleh hal lainnya gan.
Ada sih cara2 yg bisa kita tempuh buat nyelesaiin itu , yaitu melalui negosiasi, mediasi, arbitrase dan pengadilan. Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa.
Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa diperkenalkan di Indonesia melalui Pasal 377 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Pasal 705 Rechtsreglement Bitengewesten (RBg) yang menentukan Buku Pertama, Bagian Ketiga Reglement op de Rechtsvordering (RV) Pasal 615 - Pasal 651 berfungsi sebagai aturan umum penyelesaian sengketa .
Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872).
Pengertian arbitrase termuat dalam Pasal 1 angka 8 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 :
"Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa."
Arbitrase dalam bentuk permanent (insitusi) yaitu berbentuk suatu lembaga atau badan yang keberadaannya tidak tergantung pada ada atau tidak adanya perkara yang harus diselesaikan. Di Indonesia terdapat 2 (dua) badan arbitrase nasional yang permanen yaitu
1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan oleh Kadin pada tahun 1977;
2. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berdiri pada tanggal 24 Desember 2003, yang semula bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 21 Oktober 1993.
Berdirinya BAMUI seiring dengan berkembangnya sistem perekonomian syariah dan diikuti dengan munculnya banyak perusahaan bisnis yang memproklamirkan diri menggunakan sistem syariah. Dimulai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, maka telah memberi kesempatan dan peranan hukum Islam (syariah) dalam dunia ekonomi (bisnis).
Pada awalnya yang menjadi kendala hukum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah dan perekonomian syariah yang lainnya adalah hendak dibawa ke mana penyelesaiannya, Karena Pengadilan Negri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara. Pengadilan Negeri lebih menggunakan hukum positif sebagai landasan hukumnya. Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum, para kyai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia.