Lihat ke Halaman Asli

Bersama Pegadaian Meraih “Sinar Dari Ufuk Timur”

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Fenomena krisis moneter yang melanda Indonesia pada Tahun 1997 merupakan sebuah batu "kerikil" yang membuat bangsa Indonesia terpuruk jauh kedalam lembah hitam yang menggelapkan penglihatan hingga menciutkan hati untuk dapat menggapai kembali mentari dari ufuk timur. Kondisi tersebut sangat ironis jika saja dijadikan alasan mengapa Indonesia pada saat itu selalu terbawa kepada suasana yang cinta sekali dengan kerusuhan, itu telah menjadi budaya bangsa Indonesia hingga sekarang ini.

Kemiskinan yang dirasa memang membawa dampak yang negative, namun demikian tidak semua orang selalu menyikapi hal itu dengan yang jelek. Berlaku pada sebagian besar bangsa Indonesia ini, yang memang dengan kondisi tesebut mereka bertindak dengan hal yang positif. "Krisis moneter membawa berkah" tepat kiranya jika judul itu disematkan pada mereka yang mau bangkit dari keterpurukan.

Khusus bagi kalangan menengah kebawah cara mereka bangkit dari keterpurukan adalah dengan membuat usaha sendiri, mulai dari membuat makanan sampai kepada menawarkan jasa sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Seperti jasa perbaikan kompor, TV, dan menerima panggilan untuk memperbaiki saluran pembuangan yang tersumbat pada rumah tangga. Kondisi demikian adalah suatu bentuk daripada usaha yang harus mereka jalani karena kondisi bangsa yang sedang krisis. Fakta demikian bagi siapa saja jika ingin menunaikan jalan usahanya, sudah tentu modal menjadi hal dasar yang harus mereka penuhi.

Fenomena '97 merupakan awal dari bumi pertiwi dilanda oleh krisis moneter. Hal tersebut hingga sekarang masih dirasa oleh bangsa Indonesia. tidak saja dengan krisis moneter  financial bangsa Indonesia ini hancur akan tetapi hal itu sangat juga memengaruhi kepada krisis moral bangsa yang membawa kepada tingkat yang memprihatinkan. Oleh karena itulah agar bangsa ini tidak terlalu terpuruk kedalam nuansa yang lebih prihatin maka salah satunya adalah pemerintah mengeluarkan kebijakan membantu masyarakat untuk bisa membuka usaha melalui perbankan yang menawarkan simpan pinjam dengan bunga yang rendah. bermaksud memudahkan masyarakat mendapatkan biaya yang dapat dijadikan modal usaha.  Banyak lembaga perbankan menawarkan pinjaman modal, meskipun setiap lembaga perbankan namun kendala yang pasti mereka harus hadapi adalah persyaratan yang cukup membuat bingung dan susah, bunga yang tinggi sedangkan bagi mereka yang memulai usaha pribadi kebanyakan adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan menengah kebawah. Belum punya tempat hunian menetap, masih harus mencukupi biaya sehari-hari juga ditambah dengan kebutuhan biaya pendidikan sekolah.

Benar memang tidak semua dalam kondisi yang sama, akan tetapi jika saja persyaratan yang ditawarkan oleh lembaga perbankan tidak dapat menjadi solusi bagi yang mereka maka hal tersebut merupakan kendala yang harus mereka tinggalkan dan mecari alternative lain untuk tetap bisa buka usaha. UMKM merupakan (national economics recovery). Kemampuan UMKM ini merupakan konsekuensi logis dari potensi dan kemampuan kompetitif UMKM yang sangat strategis dalam menghadapi gejolak perekonomian dunia. Keberadaan UMKM mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia.

Besarnya peranan UMKM dalam mendukung perekonomian nampaknya tidak sejalan dengan perkuatan dan atau pemberdayaan UMKM sendiri. Kenyataan ini terlihat dari berbagai sinyalemen yang menunjukkan rendahnya kepedulian dan komitmen sementara pihak untuk memberdayakan UMKM dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Indikasi nyata dari sinyalemen tersebut adalah masih rendahnya komitmen lembaga perbankan terhadap kesulitan akses permodalan UMKM sehingga Jumlah kredit perbankan yang dikucurkan untuk UMKM masih kurang.

Menurut pengamatan Pegadaian, memiliki suku bunga relatif tinggi, prosedur sederhana, satu-satunya lembaga yang mengucurkan dana sebanyak 84,87% pinjamannya untuk membantu permodalan UMKM adalah perum pegadaian,

Sumber,(http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/VOL15_02/8_%20PEGADAIAN.pdf). Motto menyelesaikan masalah tanpa masalah, yang didengungkan oleh perum pegadaian nampaknya bukan slogan kosong. Lembaga yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk mengatasi kelompok pelepas uang (lintah darat) pada tahun 1934 ini, eksistensinya dalam membantu perekonomian kelompok masyarakat miskin dan masyarakat menengah tidak pernah pudar. Selama 72 tahun, orang yang datang ke pegadaian juga tidak pernah sepi. Pandu Suharto (1986) mengatakan bahkan dibeberapa tempat seperti di Banyumas, Pasar Lama Jatinegara dan Pegaden Jawa Barat, dari adanya pegadaian terbentuk pasar.

Hal ini menandakan bahwa pegadaian telah menjadi tempat berkumpul banyak orang dalam mengatasi masalah keuangan, sehingga mulai terjadi juga transaksi diluar pegadaian. Misalnya orang yang ingin mendapatkan uang lebih besar dari nilainya akan menjual barang yang akan digadai kepada pembeli yang juga sudah datang ke tempat tersebut untuk membeli barang dengan harga yang relatif murah (barang dari orang yang kepepet uang). Istilah gadai sebenarnya sudah dikenal di Indonesia sudah sejak lama yaitu tidak lama bahkan sebelum orang mengenal uang.

Dari adanya system gadai inilah sebenarnya timbul kelompok-kelompok orang kaya yang memberikan pinjaman baik barang (biasanya sarana produksi dan bahan konsumsi) kepada mereka yang membutuhkan. Dengan janji memberikan bayaran yang lebih besar dari pinjamannya (diberi bunga). Dibeberapa tempat di Indonesia penerima gadai (para pemilik barang atau uang) juga mengambil hasil dari barang yang digadaikan, misalnya memetik kelapa dari kebun kelapa yang digadaikan, menggunakan perahu (yang digadaikan kepadanya) untuk menangkap ikan dan menggunakan sawah untuk menanam padi. Dibeberapa tempat seperti di Bali menurut Pandu Suharto (1986), ternak bahkan manusiapun bisa digadaikan dengan mempekerjakan ternak atau manusia yang digadaikan tersebut pada Si Penerima gadai.

Dari adanya konsep gadai inilah mungkin timbul istilah pelepas uang atau money leander atau lintah darat. Menurut Soemardjan (1987), dengan berkembangnya sistem ekonomi dan sosial, para pelepas uang tersebut adakalanya tidak meminta lagi agunan atas pinjaman yang diberikan, karena kepercayaan pada Si Peminjam (keterikatan ekonomi dan emosional antara pemilik uang sebagai patron dengan peminjam sebagai client yang saling menguntungkan) Pegadaian sampai sekarang juga masih menjadi lembaga favorit bagi sebagian besar kalangan untuk mendapatkan uang dalam waktu cepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline