Lihat ke Halaman Asli

Kemunculan Pengarang-Pengarang Perempuan di Kesusasteraan Indonesia

Diperbarui: 22 Juni 2022   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sastra Indonesia periode 1998-sekarang merupakan periode terakhir dalam perkembangan kesusastraan Indonesia dikenal juga periode sastra Indonesia modern, periode ini ditandai dengan kemunculan pengarang-pengarang perempuan yang bebas berkarya dan karyanya pun mendapat banyak pujian. 

Kemunculan pengarang-pengarang ini juga membawa angin segar di dunia sastra, karena banyak mengeksplor tema-tema yang sebelumnya jarang disinggung. Mengangkat tema-tema seperti persoalan seks yang disandingkan dengan tema islami, lalu sikap-sikap yang masyarakat berikan kepada para perempuan.

Pengarang wanita yang sangat berpengaruh pada periode ini ialah Oka Rusmini, melalui karya novelnya yang berjudul "Tarian Bumi" dan "Kenanga" Oka menyinggung tradisi adat, budaya, dan agama yang selalu menyudutkan posisi perempuan. 

Dalam karya "Tarian Bumi" menceritakan tokoh perempuan bangsawaan yang mencintai dan berkeinginan menikahi lelaki dari kasta yang lebih rendah darinya, namun kerap dianggap sebagai bibit kesialan keluarga dan akhirnya tokoh perempuan tersebut mengikhlaskan untuk meninggalkan kasta bangsawan tersebut karena memilih menikah dengan lelaki yang dicintainya.

Lalu dalam "Kenanga" konflik yang diangkat sedikit lebih rumit, karena tokoh utama harus menghadapi orang yang memperkosanya menikahi adiknya dan juga ia terpaksa harus tunduk patuh pada norma agama, citra kasta brahmana, dan sejumlah aturan lainnya yang sangat mengekang kebebasan perempuan.

Oka Rusmini juga menyinggung tradisi Bali yang dianggap merugikan perempuan di dalam kumpulan cerpen "Sagra", yang mana sangat jelas menggambarkan pemberontakan dan penggugatan para perempuan Bali yang diwakili oleh tokoh-tokoh dalam kumpulan cerpen tersebut. Mulai dari persoalan adat, kebangsawanan, dominasi gender, hingga penyetaraan perempuan dalam kehidupan masyarakat Bali.

Di generasi ini pula muncul penulis-penulis yang khusus membawakan atau menampilkan tema-tema islami, contohnya Asma Nadia yang telah menghasilkan 32 buku baik diterbitkan oleh Forum Lingkar Pena maupun di penerbit lain, karya yang berbentuk novel, kumpulan cerpen, tulisan-tulisan berupa tuntutan, maupun lirik lagu. 

Selain menghasilkan banyak karya Asma Nadia juga sering diminta untuk menjadi pemateri di sebuah seminar yang kebanyakan berhubungan dengan keperempuanan, itulah yang membuat karya-karya Asma Nadia sangat diapresiasi oleh masyarakat.

Selain pengarang-pengarang yang sudah dipaparkan di atas masih banyak juga pengarang-pengarang wanita yang menyuarakan isu-isu keperempuanan seperti Mulyana Wulan "Membaca Perempuanku", Djenar Mahesa Ayu "Jangan Main-main dengan kelaminmu", Intan Pramadhita "Sihir Perempuan", Evi Idawati "Malam Perkawinan" dan masih banyak lagi.

Kemunculan pengarang-pengarang perempuan di dunia sastra mungkin sudah ada sejak era sebelumnya, tetapi baru di periode sastra modern banyak bermunculan penulis muda yang bebas mengeksplorasi dan mengangkat isu-isu yang masih awam dibicarakan di masyarakat. Hal ini tak luput pula dari mulai melunaknya peraturan-peraturan di era sebelumnya dalam menciptakan suatu karya dan perkembangan zaman di era modern.

Sumber: Ahmad Bahtiar "Buku Sejarah Sastra"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline