Lihat ke Halaman Asli

Runtut agar Mengerti

Diperbarui: 23 Maret 2018   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu saya pernah membaca buku yang isinya pertanyaan-pertanyaan yang mungkin bisa menguras otak jika menjawabnya. Saya sangat penasaran dengan hal tersebut, atau mungkin semua orang juga akan penasaran jika membacanya.

Kurang lebih pertanyaan itu seperti ini " Siapa itu Tuhan?" saya fikir untuk menjawab pertanyaan itu tidak akan sulit. Akan tetapi, setelah saya browsing di internet banyak sekali perbedaan-perbedaan pendapat yang membuat saya ragu dengan jawaban yang saya berikan.

Awalnya saya bingung, apa maksud pengarang buku itu yang memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya mampu mengoyak otak manusia dalam berfikir atau mungkin dalam berkeyakinan mereka menjadi ragu. Saya pun juga!!

Setelah sekian lama saya dibuat penasaran dengan hal ini, saya dipertemukan dengan mata pelajaran filsafat yang menurut banyak orang harus berhati-hati dalam mempelajarinya dan harus memiliki iman yang kuat agar tidak terpengaruh hal-hal yang tidak seharusnya terjadi.

Dari situ saya pelan-pelan mencoba untuk mengerti, bahkan saya masih dibuat penasaran sampai sekarang dengan pertanyaan yang sebelumnya sudah membuat otak saya berfikir dua kali. Seperti ada pro dan kontra!! Saya berharap dengan membaca buku filsafat ini saya menemukan jawabannya.

Jangankan menemukan jawabannya, memahami buku filsafat saja saya kurang mampu untuk mengerti. Tetapi yang saya ketahui dari pembelajaran ini adalah menggunakan 3 metode yaitu Historis, Sistematis dan Kritis. Untuk mengerti dari masing-masing metode saja, saya harus konsentrasi/terfokus fikiran saya pada setiap kata.

Setelah sedikit saya mengerti dari penjelasan-penjelasan yang ada, saya menyimpulkan bahwa dalam memandang segala sesuatu itu harus dari segala arah atau segala sudut pandang. Karena, semua ilmu itu saling melengkapi. Namun, ketika hal itu berhubungan dengan iman (agama), kita tetap harus menjadikannya patokan yang utama. Yakni dengan menggunakan Al-Qur'an dan Al-Hadist.

Contohnya saja dari metode pembelajaran historis, yang ada pada abad pertengahan adanya pergolakan antara akal dan hati. Pada abad ini dimulai dengan filsafat Plotinus yang merupakan filosof pertama yang mengajukan teori penciptaan alam semesta. Teori itu merupakan jawaban terhadap pertanyaan Thales kira-kira 8 abad sebelumnya. "Apa bahan alam semesta ini?" Plotinus menjawab "Bahannya Tuhan".

Saya dibuat sangat heran membacanya. Untuk mengerti teori yang disbutkan Plotinus tersebut kita harus tau riwayat hidupnya dahulu sebelum mengetahui teorinya (salah satu metode historis).

Untuk mengetahui suatu kebenaran dari apa yang dipertanyakan, kita juga harus mengetahui asal mula dari semuanya dan pembelajaran filsafat ini tidak bisa langsung dimengerti tanpa kita tahu asalnya (runtut= termasuk dalam ciri-ciri filsafat). Goal (pencapaian) yang spesifik memungkinkan seseorang untuk tetap fokus pada pencapaian yang diinginkan. Membuat seseorang tersebut selalu termotivasi dan berjuang untuk mencapainya. Refleksi, 22/03/2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline