Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mutoharoh

Semua orang adalah guruku

Ngarit Pari

Diperbarui: 25 Februari 2021   13:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pagi jelang siang, aku berjalan menuju sawah di pinggir dusunku. Letaknya paling utara di dusunku, deket kali dan deket umbul. Umbul ini sumber mata air di dusunku. Sejak aku bayi sudah ada. Bahkan jauh sebelum aku lahirpun umbul ini sudah ada. Dan tentu saja bermanfaat untuk kami.

Aku menikmati jalan kaki menuju ke sawah. Tidak ada satu kilo meter dari rumahku. Ku lewati masjid kuno yang menjadi kebanggaan kami, tempat kami shalat lima waktu berjamaah. Ku lewati juga pemakaman warga dusun kami. Dulu semasa masih kecil, aku sangat takut melewati kuburan ini. Hehe..

Ku lewati sawah yang sedang ditraktor. Ku sapa bapak yang mentraktor sawah itu. Kemudian ku lanjutkan jalanku lagi.

Ku nikmati semilir angin yang menerpa tubuh kecilku. Terasa udara masih segar. Langkah kecilku semakin mendekati sawah keluarga bapak, yang diolah oleh bulik dan pak likku.

Dari kejauhan ku lihat ada tiga orang yang sedang ngarit pari. Dua perempuan dan satu laki-laki. Yang laki-laki bernama Momon, saudara sepupuku dari ibu. Sementara dua orang laki-laki "ngusungi" hasil panenan ke rumah bulik dan pak lik.

Sementara mendung bergelayut manja. Ya, karena memang lagi musim hujan.

Aku menuju ke gubug di pinggir sawah. Kemudian aku melangkahkan kaki menuju ke arah mereka.

"Lagi ketok, dik.. Lagi ta rasani wingi..", sapa mas Momon kepadaku.

Aku tertawa kecil.

"Lha kepiye, mas?", tanyaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline