Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mutoharoh

Semua orang adalah guruku

Tiga Ratus Enam Puluh Lima Hari

Diperbarui: 31 Januari 2021   18:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Nida masih bersimpuh di tempat sunyi ini. Penghuninya pasti berada di dalam kedamaian dan pelukan Sang Pencipta. Nisan-nisan yang berada di atas tanah hanya sebagai tanda, untuk memudahkan handai taulan mengetahui keberadaan keluarga atau saudara yang telah kembali kepada Sang Khalik.

Nida ke tempat ini tidak hanya sekali dua kali. Hampir setiap minggu ia mendatangi tempat ini. Untuk mendoakan sang bidadari yang telah melahirkannya hampir tiga puluh delapan tahun yang lalu.

Nida memang satu-satunya anak yang masih tinggal bersama bapak dan ibu sebelum ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Ya, karena ia anak ragil di keluarga bapak dan ibu.

***

"Da, kamu yang pokok menjaga ibu ya.. Bulik tidak bisa menemani terus di rumah sakit, karena pak lik hanya sendiri.." kata bulik Mar waktu itu. Saat hari pertama ibu mendapatkan serangan stroke. Saat itu bulik Mar menemani Nida selama satu hari satu malam.

"Ya, bulik.." jawabku singkat.

Yang ada di dalam pikiran dan hati Nida saat itu adalah hanya ingin melihat ibu membuka matanya dan dapat berkata-kata lagi. Karena setelah serangan stroke pagi hari, ibu Nida tidak dapat berkata-kata lagi.

Nida tahu ibunya sangat sedih karena tidak bisa mengungkapkan isi hatinya. Sepanjang dalam perjalanan menuju rumah sakit-pun ibu hanya diam. Bahkan sempat muntah.

Ibunya Nida sempat masuk ke bangsal biasa. Nida dan bulik berusaha keras agar mendapat ruang VIP. Agar ibunya dapat nyaman dalam penyembuhannya.

"Nanti kami kabari kalau ada ruang VIP yang kosong ya, mbak.." kata mbak perawat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline