Saat para orangtua bingung karena anaknya tidak masuk zonasi sekolah impian, saat itu juga kakakku dengan santai mendaftarkan anaknya di pondok. Itu terjadi 2 tahun kemarin. Mengapa?
Kami, anak-anak ibu dan bapak sejak SMP dan SMA bersekolah di sekolah negeri. SMP di kecamatan saya. SMA di kecamatan Wonosari.
Nah, kakakku yang nomer dua selalu bilang ke keponakanku, "ibu we gelo ra neng pondok kok, nok". "Ibu menyesal tidak (sekolah) di pondok kok, nak"
Kira-kira kalimat itu-lah yang dikatakan kepada keponakan saya ketika belum mau mendaftar di pondok. Ya, memang teman-teman seangkatannya di SD kebanyakan bersekolah di sekolah negeri.
Tujuan kakak saya adalah ingin anaknya belajar menghafal Al Quran. Cita-cita yang mungkin tak semua orangtua memilikinya.
Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, keponakanku mau mendaftar sekolah di pondok. Dia mengikuti tes. Saat pengumuman, dia lolos masuk pondok tersebut.
Dulu ketika belum ada pandemi, jadwal pulang ke rumah dan kembali ke pondok benar-benar ketat. Pulang ke rumah tanggal berapa. Pada jam berapa boleh dijemput di pondok.
Jadwal kembali ke pondok-pun sudah ditentukan tanggal berapa dan maksimal jam berapa sang santri sampai di pondok.
Akan ada "hukuman" berupa pengurangan poin ketika melanggar.
Hal ini untuk melatih para santri agar dapat bersikap disiplin. Tak hanya santrinya saja, tetapi juga orangtua juga harus disiplin.
Sekarang keponakanku itu sudah naik kelas 9. Hafalan Al Quran-nya juga lumayan. Sudah beberapa juz. Empat juz kalau tidak salah. Saya saja tidak hafal sebanyak dia. Hehe.