Penilaian baik dan buruk seseorang tergantung dari bagaimana cara seseorang menyikapinya, namun dalam pengertian akhlak tasawuf, baik dan buruk menurut Louis Ma'ruf dalam kitabnya yang berjudul Munjid, ia berkata bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan, sedangkan dalam Webster's New Century Dictionary, disebutkan bahwasanya yang dikatakan baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharusan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan seterusnya.
Kemudian yang dikatakan buruk adalah kebalikan dari baik, yakni, perbuatan yang tidak memiliki kesempurnaan dan juga menimbulkan rasa tidak senang serta tidak memiliki kebenaran didalamnya.[1] Secara umum baik dan buruk tidaklah tarpaut pada suatu eksistensi pengertiannya ataupun tingkatannya, namun baik dan buruk itu tergantung dari perbuatan manusia itu sendiri.
Setiap orang pasti memiliki pandangan tersendiri tentang baik dan buruk, sebab kita tidak bisa memaksakan seseorang menganggap perbuatan kita ini baik dan kita juga tidak bisa menyalahkan seseorang yang menganggap buruk akan perbuatan kita. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa baik dan buruk seseorang tergantung bagaimana seseorang itu menilainya.
Dalam konsep suatu hubungan juga berlaku hal itu, sebagaiman Allah berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).
Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga)." (QS. An-Nur: 26).[2] Sudah tertera dengan jelas dalam Al-Qur'an bahwasanya yang baik dengan yang baik pula, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa yang baik akan mendapatkan yang buruk, sebab terkadang Allah memberikan yang buruk pada yang baik sebaga ujian baginya, karena Allah ingin menguji seberapa besar kesabaran dalam menghadapinya serta seberapa kuat ketaatannya kepada Allah SWT.
Seperti halnya kisah Nabi Luth AS dengan istrinya yang Allah binasakan bersama kaumnya yang membangkang. Dikisahkan pada zaman Nabi Luth AS, Allah mengutus Nabi Luth AS untuk menyelamatkan kaumnya dari kegelapan dan Kembali pada jalan kebenaran, lalu Nabi Luth menjalankan perintah Allah SWT serta mengajarkan ketauhidan kepada umatnya yaitu penduduk kaum Sodom. Pada saat itu terdapat sebagian kaum Nabi Luth yang sedang duduk sembari berpikir, lalu datanglah seorang Wanita tua menghampiri mereka seraya berkata "Akan kutunjukkan kepada kalian, suatu cara yang dapat menghalangi seruan Luth".
Dan Wanita tersebut tak lain adalah istri Nabi Luth sendiri yang bernama Walihah. Selang beberapa hari kemudian tepat pada malam hari, Nabi Luth kedatangan tiga orang tamu lelaki yang berwajah sangat tampan. Nabi Luth pun resah akan kedatangan tiga orang lelaki tersebut sebab akan terjadi bahaya jikalau kedatangan mereka didengar oleh kaumnya, Nabi Luth pun menyuruh anaknya untuk merahasiakan keberadaan mereka. Tak disangka-sangka, ternyata ketiga lelaki tersebut adalah malaikat yang diutus oleh Allah SWT untuk mengabarkan tentang adzab yang akan Allah SWT berikan kepada kaum Sodom.
Lalu malaikat tersebut memerintahkan Nabi Luth untuk mengajak keluarga serta para pengikutnya untuk meninggalkan kampung yang ditinggalinya tersebut. Namun disisi lain istri Nabi Luth justru berkhianat dengan mengabarkan kedatangan tiga orang lelaki tersebut kepada para kaum Sodom sehingga para kaum Sodom pun berdatangan ke rumah Nabi Luth untuk melihat tiga orang lelaki tampan yang diceritakannya.
Keesokan harinya, Nabi Luth, keluarganya dan para pengikutnya mengikuti perintah Allah yang telah disampaikan melalui tiga malaikat tadi, mereka pun pergi meninggalkan kampung tersebut dan para kaum Sodom, tak lama kemudian Allah langsung menurunkan azab terhadap kaum Sodom, termasuk istrinya. Allah mengadzab mereka dengan menurunkan batu-batu api yang datang dari langit dan menghancurkan seluruh kaum Sodom dalam sekejap.
[3] Allah telah mengabadikan kisah ini didalam Al-Qur'an yang artinya: "Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, "Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas." Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, "Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci."
Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu". QS. Al-A'raf: 80-84.[4]