Lihat ke Halaman Asli

Zahroh Faishol

Translator_ Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris UIN Malang

"Pulau Garam" katanya, Mengenal Madura dan Masyarakatnya.

Diperbarui: 26 Desember 2024   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

((sumber foto: JurnalPost.com))

 

Sudah tidak asing ketika mendengar  tentang "Madura", pulau yang terletak di utara pulau jawa dengan  populasi suku terbesar ke-lima berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2023. Pulau Madura memiliki empat kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Sumenep dan Pamekasan. Madura masih merupakan bagian dari provinsi Jawa Timur. Menurut William D. Davies dalam bukunya 'A Grammar of Madurese' 2010, menyatakan bahwa bahasa madura juga merupakan bahasa ke-empat yang paling banyak digunakan di Indonesia setelah bahasa Indonesia, Jawa, dan Sunda. Pulau madura dikenal dengan pulau garam sebagai salah satu industri utama di pulau ini. Rata-rata masyarakat madura berprofesi sebagai pedagang, pelaut, dan petani. Tanah madura merupakan tanah yang gersang dengan curah hujan yang rendah, sehingga sebagian dari masyaratakat madura memilih untuk bertransmigrasi ke wilayah lain yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat madura yang menetap dan memililiki keturunan menjadikan suku madura tersebar di berbagai wilayah indonesia. Begitulah kira-kira sejarah singkat tentang penyebaran budaya dan bahasa suku madura.

Masyarakat Madura juga terkenal sangat kental dalam beragama. Pada akhir tahun 1800-an, ketika belanda melucuti kekuasaan rato (pemimpin madura), kyai mengisi kekosongan kepemimpinan diberbagai desa, sehingga kyai mulai menjadi tokoh sentral di madura. Oleh sebab itu, hampir seluruh masyarakat madura beragama Islam. Sampai saat ini pun masyarakat madura masih memandang kyai sebagai tokoh sentral dalam menentukan kebijakan-kebijakan di Madura. Dalam hal pendidikan pun, masyarakat madura banyak memercayakan pendidikan anaknya dibawah naungan pondok pesantren. Sehingga, Madura juga dikenal dengan kota santri.

Dokumentasi pribadi Suramadu

Namun, tak terelakkan bahwa madura juga dilekatkan dengan stereotip negatif yang beredar di kalangan suku-suku Indonesia. Menurut Willaim (2010) sikap orang madura yang terang-terangan atau blak-blakan dalam mengutarakan sesuatu menjadikan suku ini dipandang sebagai suku yang keras dan kurang sopan. Apalagi suku Madura memiliki budaya dan cara sendiri dalam menyelesaikan masalah seperti "carok". Kebiasan ini menambah citra negatif yang beredar di khalayak ramai tentang suku madura. Di sisi lain, masyarakat madura adalah suku yang memiliki ikatan kekeluargaan yang erat. Tak jarang jika antar sesama suku madura bertemu di perantauan, mereka merasa seperti bertemu dengan keluarga sendiri, meskipun tidak memiliki ikatan darah. seperti jargon khas mereka adalah "settong dere" yang artinya "satu darah" Madura.  Ciri khas orang madura yang pantang menyerah dan selalu berusaha sambil menyerahkan semunya kepada yang di atas juga menjadi poin tersendiri bagi masyarakat madura. Kegigihan, kejujuran dan keberanian suku madura adalah hal yang dapat diambil contoh oleh kita semua. 

Reference

Davies, W. D. (2010). A grammar of Madurese. De Gruyter Mouton.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline