Lihat ke Halaman Asli

Zahravin Nida K

Seorang Pelajar

Self Harm, Apakah Suatu Kelainan?

Diperbarui: 17 September 2020   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apa sih self harm itu?

Self harm atau biasa disebut dengan self Injury adalah perilaku menyakiti diri sendiri yang dilakukan secara sadar.  Self Injury juga sering dikenal dengan istilah NSSI atau Non-Suicidal Self-Injury (Nock, 2009; di dalam Miller, 2010). Tindakan Self Injury bisa dalam bentuk mengamputasi anggota tubuh (jarang terjadi kecuali bila mengalami psikotik), menghantam-hantamkan kepala ke tembok, menyayat pergelangan tangan/paha bagian dalam/lengan atas, mencabuti rambut, dan mematahkan tulang. 

Umumnya self harm ini dilakukan oleh orang-orang yang sulit untuk meluapkan apa yang sedang ia rasakan, tertekan, dan kehilangan harapan hidup. Di Indonesia sendiri, self harm kerap kali menimpa di kalangan anak-anak, remaja, hingga orang dewasa berusia 20 tahunan.

Data dari survei YouGov Omnibus mengenai kesehatan mental penduduk Indonesia yang mereka publikasikan pada Juni 2019 menunjukkan lebih dari sepertiga (setara 36,9 persen) orang Indonesia pernah melukai diri mereka dengan sengaja. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok usia muda antara 18 hingga 24 tahun. 

Dari demografi tersebut, sebanyak 45 persen responden mengaku pernah melakukan self harm. Ini berarti dari setiap lima anak muda Indonesia, terdapat dua orang yang pernah melakukan self harm. Sementara, 7 persen dari responden bahkan mengaku melakukan self harm dengan frekuensi rutin.

Studi yang diterbitkan pada Journal of the American Medical Association (JAMA) menganalisis jumlah antar remaja berusia 10-24 tahun yang menyaikiti diri sendiri antara periode 2001 hingga 2015. 

Berdasarkan data, jumlah laki-laki yang menyakiti diri sendiri cenderung stabil dari tahun ke tahun sedangkan pada perempuan yang masih remaja dan dewasa jumlahnya meningkat secara drastis. Studi tersebut menemukan jumlah remaja perempuan yang harus masuk ke ruang gawat darurat karena kasus menyakiti diri sendiri meningkat dari rata-rata 245 per 100.000 pada tahun 2001 menjadi 434 per 100.000 pada 2015. Kira-kira kenaikan 8,4 persen setiap tahunnya.

Mengambil satu contoh kasus sebut saja Melati (Nama disamarkan). Melati adalah siswi yang saat ini duduk di bangku SMA. Ia telah melakukan self harm sejak duduk di kelas 3 sekolah menengah pertama. Ia melakukannya dengan cara menyayat pergelangan tangan kirinya menggunakan cutter atau gunting. Melati melakukan self harm karena depresi. Ia merasa tertekan dengan masalah yang ia hadapi. Melati mengatakan bahwa Ia menikmati rasa sakitnya dan merasa lebih rileks setelah menyakiti dirinya sendiri. 

Saat ia sudah menginjak SMA, Melati memutuskan untuk berhenti melakukan self harm. Ia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan lebih taat dalam beribadah. Ia sedikit demi sedikit berusaha menahan diri untuk menyakiti dirinya sendiri. Melati menyingkirkan semua benda tajam yang ada di sekelilingnya. Ia juga memutuskan untuk pergi ke psikolog dan menceritakan masalah yang ia hadapi. Sekarang, Melati sudah tidak pernah lagi melakukan self harm dan ia menjalani hidupnya dengan rasa bahagia.

Dari kasus Melati, ia melakukan self harm karena depresi. Nah, apa saja sih faktor pendorong seseorang melakukan self harm atau self injury? Diantaranya sebagai berikut, yaitu:

  • Masalah Sosial

Seseorang yang melakukan self harm biasanya memiliki masalah sosial seperti pembullian, tertekan oleh tuntutan guru ataupun orang tua, seorang broken home, putus cinta, dan lain-lain.

  • Trauma Psikologi
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline