Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholli a’la sayyidina Muhammad wa ‘ala aali sayyidina Muhammad
Santri Gayeng, Level Ibadah Paling Tinggi
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha mengatakan level ibadah tertinggi adalah bahagianya orang mukmin. Meski demi bahagi itu bahkan terkesan sombong padahal bersyukur. Bersyukur hingga Terkesan sombong untuk bersyukur diperbolehkan asal sekedar sombong untuk menghibur diri agar percaya diri. ika ada orang yang mengatakan dia sabar. Katakan padanya sabarmu lebih dulu daripada saya, bahwa saya sudah miskin sejak lama.
Contoh lainnya kelebihan itu harus dibicarakan. Misalkan presiden, punya banyak uang dan jabatan. Tapi tetap top saya orang tidak banyak uang dan banyak tanggungan tetapi masih bisa senang. Untuk menghibur diri kamu harus sombong kalau begitu. Jadi hidup itu harus gagah meskipun terlihat ndableg. Namun itu lebih baik daripada mengeluh. Sebab seperti orang yang tidak ridho pada qadha dan qadarnya Allah.
Jika tidak ridho, maka silahkan mencari Tuhan selain Allah. Mencari Tuhan selalin Allah sampai mati lalu kiamat, lau dunia ada lagi lalu kiamat lagi tidak akan pernah ketemu. Maka lebih baik merasa senang meskipun seakan terlihat sombong. Tidak apa apa seperti itu yang penting senang. Seperti berkomentar. Orang kaya kok sayang harta (pelit). Jika saja aku yang kaya aku tidak akan seperti itu. Silahkan berucap seperti itu terserah kamu sesuka hati yang penting senang.
Benar kata Nabi Sulaiman. Setelah mengetahui Bilqis cerdas lantas tidak langsung mengakui kecerdasannya. Tetap mengatakan lebih dahulu pintarnya saya. Kepintarannya daripada saya lebih dahulu saya pintarnya. Sebab dia enggan mengakui orang lain.
Untuk menghibur dan menyenangkan hatinya, maka ada ulama yang tiap pagi berkantor di gunung. Lalu di bebatuan dia belajar. Dzikirnya itu bukan subhanallah walhamdulillah tetapi di atas batu tinggi dia berpikir seperti raja di atas singgasana dan berkata, apa enaknya jadi raja, lebih enak jadi saya jika menganggur tidak ada yang mengganggu. Tetapi ulama itu justru menjadi wali sebab barokahnya tidak iri kepada raja dan tidak iri ingin menjadi presiden.
Janganlah melihat nikmat yang dianugerahkan kepada orang lain. Jika kamu melihat orang yang di atasmu seperti kamu melihat bupati meskipun kamu orang alim lama kelamaan juga bisa menjadi iri. Bupati naik mobil pintu dibukakan. Jika ingin mandi, handuk ada yang membawakan. Apalagi Presiden atau Gubernur. Bila lewat berkendara di jalan raya dikawal Voojrider. Maka jika presiden dilaporkan bahwa Jakarta Macet. Dia mengatakan saya merasakan Jakarta tidak macet. Karena memang tidak pernah mengalami kemacetan karena selalu dikawal vojrider.
Daripada kamu melihat seperti itu menjadi iri. Lebih baik kamu naik ke atas gunung lalu duduk di atas bebatuan tinggi dan berkata apa enaknya menjadi raja selalu kerubuti banyak orang. Lebih baik menjadi aku punya singgasana di atas bebatuan tinggi seperti raja. Seperti apa kata ulama tadi. Nah itu menjadikannya wali sebab mengamalkan ayat, orang jangan melihat anugerah yang diberikan kepada orang lain. Banyak banyaklah bersyukur.
Misalkan kadi ditakdirkan menjadi orang kecil dan bodoh. Maka katakanlah alhamdulillah ya Allah saya bodoh jadi saya tidak terkena khitab (beban tanggung jawab) sebagai orang Alim. Misalkan kamu ditakdirkan miskin, katakanlah alhamdulillah ya Allah miskin sehingga tidak terkena khitab zakat, malah justru menerima zakat. Orang kaya yang kesulitan mencari harta, tetapi saya tinggal menerima zakat. Sesuka hatimu saja berkata yang penting bisa tertawa.