Lihat ke Halaman Asli

Ceramah Gus Baha

Bismillah, alhamdulillah

Gus Baha: Larangan Pindah Penduduk Kota Ke Desa dan Mitos Penguasa Jakarta

Diperbarui: 3 Juni 2022   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bismillahirrahmanirrahim

Di masa kini orang yang baik saja memiliki keburukan apalagi orang yang buruk. Sehingga kita berada dalam keadaan ketiadaan pilihan selain terus melakukan kebaikan diantara lingkungan yang telah menjadi seperti ini adanya. Sekalipun begitu tetap diperlukan keberadaan orang orang baik dan penyeru kebaikan di zaman ini. Sebagaimana yang dikatakan kitab Hikam karangan Ibnu Atthaillah Assakandari. Orang memegang agama di zaman akhir itu seperti orang yang memegang bara api. Yaitu bila ditinggal tidak dilaksanakan maka akan mati, karena tidak benar benar serius menyala, namun bila dipegang panas yaitu menyakitkan dan memerlukan banyak pengorbanan. Sehingga sudah sepantasnya ganjaran dari Allah bagi yang bisa mengelola agama di zaman akhir adalah  akan mendapat pahala seperti 50 sahabat.t

Telah terjadi kemaksiatan di kota seperti Jakarta ataupun kota lainnya.  keterbatasan sumber daya dan pengaruh perkembangan teknologi disinyalir menjadi salah satu sebab. Untuk mencegah berlanjut dan meluasnya kemaksiatan di kota, terdapat ketentuan  hukum Islam bahwa Mendesakan atau 'membadwikan' diri itu haram. Membadwikan atau Mendesakan diri yaitu berpindah dari kota ke desa atau dalam bentuk lainnya yaitu tidak mengambil peranan tanggung jawab itu haram. Orang baik yang biasa mengambil peranan di kota maka sebaiknya tidak pindah ke desa.


Perebutan hegemoni atau pengaruh atas kota berlangsung sejak zaman Kenabian. Nabi selalu berusaha mempertahankan keberadaan agama di Mekah dan Madinah. Nabi adalah orang Mekah. Mekah adalah sebuah kota dan Madinah adalah sebuah kota. Kota merupakan pusat peradaban, tempat para petarung memperebutkan pengaruh baik mazhab, materi bahkan perempuan. Sebagai pusat peradaban, Jakarta dan kota lainnya menjadi tempat perebutan kekuasaan sebab siapa bisa menguasai Jakarta maka akan menguasai Indonesia. Sehingga menjadi mitos barangsiapa yang menjadi Gubernur Jakarta dia menjadi Presiden.

Karena agama di kota rawan dihapuskan maka orang yang sudah berada di pusat kota seperti halnya di dekat Ka'bah  haram pindah ke desa. Karena Ka'bah akan rawan tidak mendapat penghormatan sebagaimana mestinya. Begitu juga halnya para penyeru kebaikan yang turut mewarnai Jakarta.  Seperti orang yang memiliki Majelis Rasulullah yang mapan di Jakarta atau memiliki Majelis Maulid yang sudah mapan atau orang yang memiliki majelis Fiqih yang sudah mapan di Jakarta. Maka dilarang pindah ke desa seperti misalkan ke Gunung Kidul. Karena saat ini banyak kemaksiatan di Jakarta yakni night club (diskotik) yang besar, Pertunjukan musik yang membuka aurat juga banyak. Sekalinya para penyeru kebaikan itu takut maksiat lalu berpindah ke desa, maka tidak ada lagi kebaikan tersisa di kota.

Namun itu merupakan hukum dasar, ada hukum lain yang menjadi pengecualian. Seperti ketika ada Kyai di kota pindah ke desa karena merasa sudah sepuh dan di kota sudah ada penggantinya. Hal itu bisa dimaklumi karena mungkin beliau sudah tua ingin beristirahat dan sudah ada yang mengganti.

Rasulullah menguasai Madinah untuk mempertahankan agama, oleh karena itu kaum kuffar ingin menguasai Madinah, dan bukannya ingin menguasai desa di masa itu. Di saat Rasul mempertahankan Madinah bersama para Sahabat, Kaum munafik menyarankan untuk mereka pindah ke desa karena Madinah dianggap tidak aman. Mereka berkeinginan menjadi orang Badwi yaitu orang yang meninggalkan mengambil peranan tanggung jawab.

Kota seperti Jogja misalkan. Dahulu menjadi tempat pertempuran Serangan Umum Satu Maret (1 Maret 1949) dalam Agresi Militer Belanda II.  Lalu karena terjadi peperangan saat itu jika banyak penduduk memilih tidak tinggal di Jogja tapi pindah ke Nusakambangan karena tidak aman. Maka jika penduduk benar-benar pindah saat itu, Indonesia bisa dikuasai Belanda karena tidak ada aral yang menghalangi. Beruntung hal itu tidak terjadi. Penduduk Jogjakarta memilih mempertahankan diri dan menghalau penjajah Belanda yang ingin menguasai Jogja.

Kyai selaku penyeru kebaikan seperti Gus Baha sudah biasa berdakwah di Jogja dan Jakarta. Sementara di Jakarta ada kemaksiatan dengan tema judi, tema pergaulan bebas, dugem, narkoba dan lainnya. Sedangkan di sisi para penyeru kebaikan ada tema Maulid, tema Sholawatan, tema Pengajian dan sebagainya. Jika para Da'i dan Kyai kota pindah ke desa, maka kota akan dikuasai maksiat. Orang yang sudah terbiasa memiliki peran di kota sebaiknya jangan pindah. Itulah juga mengapa sirrinya Ulama berpartisipasi terlibat dalam pengelolaan Negara, yaitu untuk mencegah kemungkaran dan maksiat semakin merajalela.

Maka jika anda adalah orang yang memiliki Masjid, memiliki Majelis ta'lim di kota kalau tidak emergency sebaiknya tidak pulang kampung. Karena telah ikut meramaikan sujud, meramaikan kebaikan. Sedangkan bagi yang sudah terbiasa mengurusi di desa tidak perlu ke kota apabila imannya tidak kuat.

Kita perlu mengambil peranan sebisa semampu kita.  Salah satu keburukan adalah tidak mengambil peran dan menutup diri sehingga kebaikan terhenti. Oleh karena itu orang-orang yang kaya di kota, orang-orang yang baik di kota kalau tidak emergency tetaplah di kota. Selain karena Tuhan tidak akan menurunkan azab selama masih terdapat orang orang yang menjalankan menyeru kepada kebaikan dan mencegah keburukan (amar Maruf Nahi Munkar)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline