Kenapa si aku tidak seperti A B C D E yang bisa menggapai apapun yang dia inginkan tanpa harus punya pikiran bercabang?
Dia sangat beruntung bisa memiliki ini, itu, dan yang lain-lain karena ia berasal dari keluarga yang beruntung.
Kenapa aku harus ditakdirkan sebagai seseorang yang harus effort lebih untuk mencapai hal yang sama dengan dia hanya karena kekurangan materi.
Hei, aku lupa bahwa aku masih diberikan rumah untuk berteduh, uang untuk makan, kendaraan untuk mengantarkan kemana saja aku ingin pergi. Masih banyak orang yang ingin menempati posisiku. Mereka masih kesulitan untuk tidur dan berteduh di tempat yang nyaman, untuk makan masih harus berjalan kesana kemari demi uang untuk membeli sesuap nasi. Masih pantas diri ini untuk mengeluh?
Definisi keluarga yang beruntung. Mengapa aku masih mendefinisikan keluarga yang beruntung adalah keluarga cemara yang memiliki materi banyak untuk mensejahterakan anak-anaknya. Mengapa aku masih mendefinisikan keluarga beruntung sebagai keluarga yang selalu bahagia tanpa adanya masalah yang berarti. Mengapa aku mendefinisikan keluarga beruntung adalah keluarga yang mampu mengerti dan menuruti semua keinginanku tanpa kata tapi. But, aku salah.
Semakin dewasa aku menyadari bahwa keluarga yang beruntung adalah keluarga yang mampu mengajarkan anaknya tentang bagaimana menjadi pribadi yang tangguh dan tidak manja. Dia harus bisa menjadi seseorang yang bermanfaat dan memiliki kepedulian kepada sesama. Tidak peduli seberapa besar derita yang harus ia lalui, itu adalah proses. Tidak ada ayam goreng yang enak dimakan tanpa harus merasakan panasnya api dalam proses perebusan dan penggorengan.
Bahkan mie instan pun harus direbus terlebih dahulu, dikocok untuk menjadi mie yang enak dan sedap untuk dimakan. Artinya, tidak ada yang instan. Semua butuh proses.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H