Lihat ke Halaman Asli

Zahra Dinniah

Mahasiswa

Menelaah Sejauh Mana Doktrin Business Judgement Rule Dapat Melindungi Direksi BUMN

Diperbarui: 25 Mei 2023   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya akan kami tulis sebagai BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan. BUMN sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu BUMN yang berbentuk Perusahan Umum (Perum) dan BUMN yang berbentuk Perusahaan Persero (Persero). 

Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham dengan tujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa bermutu tinggi dan mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum dengan persekutuan modal. 

Artinya, persero adalah suatu badan yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan usaha dengan modal dalam bentuk saham dan bukan merupakan kepemilikan tunggal. Sementara, PT Persero ialah Badan Usaha Milik Negara yang dikelola oleh negara melalui sistem bagi hasil atau profit oriented. Akan tetapi, dalam sebuah BUMN, negara setidak-tidaknya harus memiliki 51% dari modal dalam bentuk saham agar tetap dapat memperoleh keuntungan.

Setiap persero dipimpin langsung oleh seorang direksi. Dan tentu saja, setiap keputusan yang diambil oleh direksi merupakan suatu hal yang begitu krusial, sehingga tak jarang direksi perseroan yang notabenenya memiliki tugas dan wewenang untuk menjalankan pengurusan perseroan, justru terjerat permasalahan hukum sebagai akibat dari keputusan atau kebijakan yang dibuatnya. 

Setiap orang tentu saja menginginkan keuntungan sebesar-besarnya bagi bisnis yang ia miliki. Namun, dalam praktiknya dunia bisnis sangatlah dinamis dan sulit untuk diprediksi, maka dari itu tidak menutup kemungkinan bisnis yang semula diperkirakan akan mendatangkan keuntungan yang masif justru mendatangkan kerugian yang begitu besar, atau mungkin bagi sebuah persero mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Lalu, apakah direksi harus bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin saja merupakan akibat dari keputusan yang ia ambil? Dalam hal ini, dikenal sebuah doktrin yang bernama Business Judgement Rules. Business Judgement Rules merupakan suatu konsep dimana direksi perseroan tidak dapat dibebankan tanggung jawab secara hukum atas keputusan yang diambilnya meskipun keputusan itu menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Doktrin ini seringkali disebut sebagai immunity doctrine yang memberi perlindungan bagi direksi apabila akibat yang ditimbulkan atas suatu keputusan bisnis tidak terlaksana seperti rencana. 

Dari sini, kami melihat bahwa pembatas yang ada di antara kesewenang-wenangan direksi dan risiko bisnis begitu tipis. Yang mengakibatkan sulit dibedakannya apakah suatu kerugian persero itu memang murni merupakan risiko bisnis ataukah merupakan akibat dari tindakan sewenang-wenang dari seorang atau bahkan sekumpulan direksi.

Untuk melihat pembatas yang begitu tipis ini, perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa penerapan Business Judgement Rules di Indonesia diatur dalam  Pasal 97 ayat (5) UU Perseroan Terbatas yang berbunyi:

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

  1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline