Masalah gizi yang terjadi pada anak menjadi hal yang sangat umum terjadi. Asupan makan anak menjadi faktor permasalahan gizi yang sering terjadi di Indonesia (Baiq, 2019). Menurut data dari survei Riskesdas 2010, prevalensi gizi buruk dalam tingkat nasional sebesar 4,9% dan gizi buruk pada anak balita sebesar 17,9%. Tahun 2013 sebanyak 12,1% bayi dengan berat badan kurang dan gizi buruk di Indonesia, dan 37,2% bayi stunting. Selain itu, seperti yang ditunjukkan oleh survei Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan pada 2016, prevalensi stunting anak balita adalah 27,6%, 8,0% dengan berat badan kurang, 3,1% balita sangat kurus, dan 22,8% berisiko mengalami berat badan kurang. Masalah gizi pada anak disebabkan oleh asupan makanan yang tidak tepat.
ASI sangat memainkan peran penting untuk perkembangan anak. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bayi harus diberikan ASI sepenuhnya selama enam bulan pertama kehidupannya, sebelum mulai diberikan makanan pendamping ASI yang sesuai (Qasem et al, 2015). Anak sampai usia 2 tahun dapat diberi ASI dan diperkenalkan makanan pendamping (MPASI) sejak usia 6 bulan (World Health Organization, 2009). Pada tahun 2014, Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI melaporkan bahwa tujuan pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum mencapai target 80% meskipun Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) melaporkan bahwa pada 2012 hanya 42% target yang tercapai, namun pada tahun 2013 Dinas Kesehatan provinsi melaporkan hanya mencapai 54,3%. Salah satu faktor penyebab permasalahan gizi di Indonesia adalah pemberian ASI Eksklusif (ASI) yang belum berhasil.
ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa minuman ataupun makanan tambahan, termasuk air putih yang dimana ASI eksklusif merupakan pilihan yang sangat direkomendasikan oleh banyak Organisasi Kesehatan Dunia, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF. ASI menjadi makanan yang paling baik untuk bayi karena mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan untuk tumbuh dan kembang yang optimal. Selain tergantung pada gejala dan usia, ASI juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik bayi Anda. ASI juga dapat melindungi bayi dari penyakit, karena mengandung antibodi dan zat kekebalan lainnya yang melindungi bayi dari berbagai infeksi. Bayi yang mendapat ASI eksklusif akan cenderung memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit seperti diare, infeksi saluran pernafasan, dan alergi.
Setelah pemberian ASI eksklusif, sebaiknya makanan pendamping ASI diperkenalkan. Makanan pendamping ASI (MPASI) diberikan pada bayi berusia 6-24 bulan guna memenuhi nutrisi zat gizi mereka (Lestiarini & Sulistyorini, 2020). Menurut Kementerian Kesehatan RI, ASI hanya cukup untuk memenuhi separuh nutrisi zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi dan antara usia 12-24 bulan, ASI hanya sepertiga dari kebutuhan gizi bayi. Menurut PP No. 33 Tahun 2012, asupan makan yang baik untuk bayi dari lahir hingga usia 2 tahun adalah memberikan makanan pendamping ASI yang cukup sejak usia 6 bulan dan terus memberikan MPASI hingga usia 2 tahun. ASI hanya memenuhi separuh dari kebutuhan gizi bayi, dan ASI memenuhi sepertiga dari kebutuhan nutrisi bayi antara usia 12-24 bulan. MPASI sebaiknya diberikan sebagai pendamping ASI pada anak usia 6 hingga 24 bulan.
Kombinasi ASI eksklusif dengan MPASI dapat memberikan nutrisi tambahan yang diperlukan saat bayi mulai membutuhkan sumber makanan padat untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. MPASI akan dapat memberikan bayi berbagai nutrisi yang mungkin tidak sepenuhnya terdapat dalam ASI. Memperkenalkan makanan pendamping ASI dapat membantu bayi terbiasa dengan berbagai rasa dan tekstur makanan, sehingga mengembangkan nafsu makan dan keterampilan makannya.
MPASI membantu memuaskan rasa lapar dan meningkatkan asupan nutrisi, terutama pada saat ASI sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan zat gizi pada bayi yang sedang tumbuh. Pemberian MPASI merupakan langkah awal dalam membantu bayi belajar tentang makanan dan keterampilan makan yang merupakan bagian penting dalam tumbuh kembang anak.
MPASI memberikan kesempatan untuk memperkenalkan berbagai makanan dan nutrisi yang penting untuk kesehatan bayi dan MPASI dapat membantu mengembangkan pola makan sehat sejak dini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memperkenalkan berbagai makanan pada tahap awal dapat membantu mengurangi risiko perkembangan alergi makanan. Penting untuk memantau reaksi bayi terhadap MPASI dan memperkenalkan satu jenis makanan pada satu waktu untuk mendeteksi kemungkinan reaksi alergi atau intoleransi.
Memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) pada bayi menjadi langkah utama dalam upaya pertumbuhan dan perkembangan anak. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum memberikan MPASI untuk bayi.
- Mengenalkan MPASI pada bayi pada waktu yang tepat MPASI biasanya diperkenalkan pada saat bayi berusia sekitar 6 bulan.
Usia 6 bulan yaitu usia dimana saluran pencernaan pada bayi sudah mulai bisa digunakan untuk mencerna jenis makanan padat.
- Berikan makanan yang seimbang pada MPASI
Berikan makanan bergizi yang bervariasi untuk memastikan bayi menerima semua zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembangnya secara optimal.
- Hindari pemberian makanan yang tidak aman
Hindari beberapa makanan yang tidak aman atau bahkan berbahaya.
- Tetap menjaga pemberian ASI selama MPASI
Pemberian ASI harus dianjurkan sampai usia 24 bulan, karena ASI memberikan nutrisi pelindung bagi bayi.
- Pemantauan tumbuh dan kembang
Untuk menjamin pemberian MPASI sesuai kebutuha, maka harus dilakukan pemantauan tumbuh kembang bayi secara keseluruhan.
Jadi, apa pengaruh pemberian ASI Eksklusif dan MPASI yang tidak tepat pada status gizi anak?
Stunting merupakan gangguan tumbuh kembang pada anak. Gizi anak sejak lahir sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, terutama risiko terjadinya stunting (Wangiyana dkk, 2020). Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara pemberian MPASI dan risiko stunting pada anak. Penelitian Wangiyana dan rekannya misalnya, menemukan bahwa frekuensi pemberian MPASI berkorelasi dengan risiko stunting pada anak. Oleh karena itu, stunting dan permasalahan gizi lainnya dapat disebabkan oleh MPASI yang tidak tepat.
Stunting merupakan masalah gizi di Indonesia yang perlu segera mendapat perhatian. Di Indonesia, angka stunting pada anak balita masih relatif tinggi (Nursyamsiyah dkk, 2021). Malnutrisi diperkirakan menyebabkan 2,7 juta kematian anak per tahun, yang merupakan 45% dari semua kematian anak. Pada tahun 2018, stunting mempengaruhi anak di bawah usia lima tahun, atau sekitar 149 juta (21,9%) anak di seluruh dunia. Angka stunting yang tinggi (>30%) terutama terjadi dibeberapa negara Asia, yang dimana salah satunya adalah Indonesia. Berdasarkan data prevalensi stunting, Indonesia masuk ke dalam ranking ketiga di kawasan Asia Tenggara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan prevalensi stunting tertinggi, setelah Timor Leste dan Kamboja. Berdasarkan data Riksusdas dengan angka stunting 30,8% pada tahun 2018 dan di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 33,5%. Untuk menurunkan prevalensi stunting di Indonesia, stunting perlu segera diatasi. Bayi sebisa mungkin seharusnya diberikan ASI eksklusif dengan jangka waktu hingga 24 bulan pertama kehidupannya sampai setelah 6 bulan mereka harus diberikan MPASI, karena nutrisi sejak bayi dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.