Lihat ke Halaman Asli

Zahra Aurora

Mahasiswa Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Menapak Jejak Keagungan: Borobudur, Simbol Peradaban dan Renungan Tentang Warisan Abadi

Diperbarui: 9 Oktober 2024   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi oleh Zahra Aurora 

Dalam kegelapan pagi yang masih diselimuti kabut, kami memulai perjalanan menuju Borobudur, sebuah candi megah yang berdiri kokoh di jantung Jawa Tengah. Bulan Agustus 2024 menjadi saksi sejarah ketika saya, sebagai liaison officer untuk workshop YSEALI di Yogyakarta, mendapat kesempatan langka untuk mengunjungi dan menaiki candi terbesar di Asia Tenggara ini. Perjalanan kami dimulai pukul 06.00 dari Hotel Royal Ambarrukmo, dengan udara pagi yang segar menyambut langkah kami. Semangat menggebu-gebu menyelimuti rombongan, yang terdiri dari peserta dari berbagai negara di Asia Tenggara. Bagi sebagian besar dari mereka, ini adalah kali pertama melihat Borobudur secara langsung.

Saat tiba di lokasi, melihat bangunan besar ini dari dekat membuat jantung saya berdebar. Borobudur bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi merupakan simbol peradaban yang luar biasa. Mahakarya arsitektur dengan sembilan platform ini adalah bukti kecerdasan dan kerja keras nenek moyang kita, sebuah warisan yang patut kita banggakan. Di pintu masuk, kami diberikan sandal khusus yang disebut upanat, sebuah langkah konservasi untuk melindungi batu-batu candi dari keausan akibat gesekan alas kaki pengunjung. Saat melangkah dengan hati-hati, saya melihat banyak peserta yang terkesima melihat langsung candi terbesar di Asia Tenggara ini. Sebelumnya, mereka hanya melihat Borobudur di televisi atau internet, tetapi kini mereka berdiri di depan keagungan arsitektur yang menjadi simbol kebanggaan Indonesia.

Sebagai liaison officer, saya merasa terhormat bisa membimbing rombongan ini dalam menjelajahi keindahan candi. Salah satu momen paling berkesan adalah workshop tentang perawatan relief Borobudur, yang diadakan di kompleks candi. Para ahli memberikan penjelasan rinci mengenai proses konservasi relief yang telah berusia ribuan tahun. Mereka menggunakan dua metode utama: metode kering yang hanya melibatkan sikat lembut, dan metode basah yang memanfaatkan air dan larutan pembersih. 

Proses ini bisa memakan waktu hingga tiga bulan untuk menyelesaikan satu bagian, menunjukkan betapa besar upaya yang dibutuhkan untuk menjaga keaslian dan keutuhan candi ini. Saya terpesona melihat betapa hati-hatinya para konservator bekerja. Mereka tidak hanya membersihkan relief, tetapi juga menganalisis setiap detail kisah yang tergurat di sana, yang menggambarkan ajaran Buddha dan kisah-kisah kehidupan masa lalu.

Dokumentasi Oleh Zahra Aurora 

Selain aspek teknis, ada sesuatu yang lebih mendalam dalam proses pembersihan ini. Relief-relief di Borobudur tidak sekadar gambar atau pahatan, melainkan warisan yang menyimpan cerita-cerita penuh nilai moral, spiritual, dan filosofis. Setiap pahatan adalah saksi bisu dari zaman yang telah berlalu, dan upaya menjaga relief ini berarti menjaga jalinan sejarah yang tak ternilai bagi generasi mendatang. Melihat bagaimana para ahli dengan teliti bekerja merawat relief ini membuat saya merenungkan pentingnya peran kita sebagai penjaga warisan budaya. Dalam keheningan candi, saya merasa terhubung dengan masa lalu, seolah-olah mendengar bisikan sejarah yang panjang.

Setelah memperoleh wawasan tentang proses perawatan relief, kami mendapatkan kesempatan langka untuk mendaki hingga puncak Borobudur. Akses ke puncak candi kini dibatasi untuk melindungi struktur bangunan, dan biasanya dikenakan biaya tambahan. Oleh karena itu, kesempatan ini adalah hadiah yang berharga bagi kami. Mendaki tangga-tangga besar yang menjulang, saya merasakan perpaduan antara kebanggaan dan kekaguman. Setiap langkah membawa saya semakin dekat dengan sejarah, dengan masa ketika candi ini dibangun dengan penuh dedikasi dan keahlian.

Dokumentasi Oleh The Asia Foundation's Photography

Saat mencapai puncak, pemandangan yang tersaji sungguh menakjubkan. Dua gunung, Gunung Tidar dan Gunung Sumbing, tampak berdiri megah di kejauhan. Hamparan hijau perbukitan dan hutan yang mengelilingi candi menambah suasana damai dan penuh ketenangan. Matahari pagi mulai memecah kabut, menyinari relief-relief yang mengelilingi stupa utama, memberikan kesan spiritual yang mendalam. Pada momen itu, saya merasakan kedalaman sejarah dan budaya yang Borobudur tawarkan, seolah-olah saya tidak hanya berada di tempat ini sebagai pengunjung, tetapi sebagai bagian dari perjalanan panjang warisan yang tak ternilai ini.

Dokumentasi Oleh Zahra Aurora 

Pengalaman ini membuat saya menyadari bahwa Borobudur bukan hanya sekadar destinasi wisata. Candi ini adalah simbol warisan budaya yang harus kita jaga dan lestarikan. Kesadaran ini semakin kuat saat saya merenungkan pentingnya pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif, terutama dalam era modern ini. Workshop yang kami ikuti tidak hanya memberikan kami wawasan tentang cara merawat Borobudur, tetapi juga menanamkan tanggung jawab sebagai generasi penerus untuk menjaga dan melestarikannya. Borobudur adalah simbol sejarah, agama, dan kebijaksanaan yang diwariskan kepada kita, dan tugas kita adalah memastikan bahwa candi ini terus bertahan untuk generasi mendatang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline