Lihat ke Halaman Asli

Atiqah Zahra

Mahasiswi

Terapi Transenden: Menyembuhkan dengan Makna di Balik Kematian

Diperbarui: 7 Januari 2024   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di edit menggunakan canva

Perenungan terhadap kematian adalah obat penawar rasa sakit bagi manusia yang terbakar cinta dunia dan Sebab utama perbaikan manusia dari kerusakan akibat sifat-sifat buruk dan akhlak tercela. Rasulullah Saw, ditanya, bagaimana orang dapat mencapai derajat para syuhada? Beliau SAW. Menjawab, Ya orang yang mengingat kematian setiap harinya sebanyak 20 kali.

Penjelasan secara ringkas tentang pola tafakur, yaitu memikirkan sejumlah perkara berikut.

Pertama, memikirkan dan merenungi kematian yang datang secara tiba-tiba. Kematian secara tiba-tiba yang dialami sejumlah orang, sebenarnya cukup sebagai bahan perenungan bagi mereka yang berakal. 

Sangat banyak orang yang tak menderita sakit parah, tak merasakan tanda-tanda kematian pada dirinya, bahkan ia menyangka dirinya akan terus hidup untuk beberapa tahun ke depan, dapat secara tiba-tiba ajalnya menjemput dan kesempatan hidupnya berakhir. 

Bukankah banyak orang yang masih kuat, segar, dan semangat, tidak berpikir akan mati cepat? Tapi secara tiba-tiba ia mati. Kalau hal itu bisa terjadi dan faktanya banyak yang telah terjadi, mengapa kita lalai dari kematian secara tiba-tiba dan merasa tenang, seakan-akan hal itu tak akan terjadi?!

Kedua, memikirkan dan merenungi rasa sakit dan ketakutan manusia yang luar biasa saat menjalani proses kematian dan sakaratul maut. Kematian yang dialami sebagian orang, seperti sebatang besi yang penuh dengan derita jam yang ditusukkan ke tubuh sehingga setiap Duri tajamnya menusuk urat-urat dan bagian-bagian dalam tubuh yang sewaktu dikeluarkan serta merta semua urat dan bagian dalam tubuh tersebut ikut tercabut keluar, dan sama sekali tidak ada yang tertinggal di dalam tubuhnya. Dan sebagian kematian terasa lebih menyakitkan dan lebih berat dibandingkan dengan rasa sakit saat tubuh dipotong-potong dengan gergaji atau gunting.

Pada setiap manusia terdapat tiga alam. Alam indrawi dan penampilan atau alam materi, alam khayal dan ide, dan alam akal dan hakikat. Dari aspek wujudnya, sesungguhnya manusia bermula dari alam materi, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah ayat suci Alquran; dan memulai penciptaan manusia dari tanah (QS assajadah :7)

Alam materi tercipta secara aktual untuk manusia dan melalui alam materi ini manusia mengidentifikasikan dan mengenal dirinya. Adapun dua alam yang lain masih berupa potensi baginya. Ketiga alam itu tidak teraktualisasi pada manusia secara bersamaan, kecuali alam materi, sebagian sifat-sifat alam ide, dan lebih sedikit lagi dari sifat-sifat alam akal.

Alam materi manusia meliputi materi dan bentuk, sedangkan alam idenya ialah suatu kenyataan dalam dirinya yang hakikatnya adalah bentuk tetapi tak bermateri. Adapun alam akalnya ialah suatu kenyataan dalam dirinya yang hakikatnya adalah tidak memiliki materi dan tidak pula memiliki bentuk. Masing-masing dari tiga alam ini merupakan suatu kepercayaan dan keadaan khusus yang harus ada demi kesempurnaan manusia.

Pada awalnya manusia tercipta di dunia ini. Namun, seandainya setelah itu jiwanya yang telah terbentuk terikat dengan dunia dan terbuai dengan segala kenikmatannya maka ia akan menetap di alam ini dan termasuk orang-orang sebagaimana yang diisyaratkan oleh Alquran; 'Ia cenderung pada dunia' dan pada hari kiamat, ia menjadi penghuni neraka sijjin. Namun, apabila sesudah melewati tahapan penciptaannya manusia mampu menjaga dirinya dari kecenderungan pada dunia dan alam materi ini, yakni ia berupaya menyempurnakan sifat-sifat akal dan rohani pada dirinya maka tubuh dan fisiknya menjadi bagian alam akal dan cahaya. Dan pada hari kiamat, ia akan menduduki derajat tertinggi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline