Lihat ke Halaman Asli

Di Seberang Pelangi

Diperbarui: 3 Agustus 2018   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di Seberang Pelangi 

Karya: Zahrotul Husnah

Rintik suara hujan sore ini jatuh di atas genting laksana instrument alam  membentuk sebuah melodi yang indah di telingaku. Semburat matahari menyongsong dua bola mataku pada debu-debu nan kecil. 

Luka, paras, jiwa, serta bayang-bayangku. Laksana kesaksian bisu atas cucuran darah ini. Sinar mentari pun terhalang oleh sepoian tenangnya. Coba kupejamkan mata akan sentuhan lembut menerpa kulit. 

Namaku pelangi. Hidupku selalu penuh warna. Begitulah rupanya. Meski hari sudah sore, langit mendung membuat suasana layaknya pagi buta. Aku berharap mendung hanya mendung. Bukan menjelma rinai hujan. Orang akan malas keluar kalau hujan datang. Apalagi akhir-akhir ini jalanan kerap tergenang air.

Namaku pelangi. Jauh sejak lamunan itu mulai berdikari. Aku sengaja menyongsong pilu yang tertanam di hati. Agar tak jauh-jauh aku menelan pedih peri pada qalbi. Jarum jam terus bedentang. Semua takkan habis oleh waktu. Sama halnya dengan kamu. Waktu dimana aku berdiri pilu tanpa ragu. Maju tanpa ragu siapakah diriku. 

Tak lain hal itu. Aku lebih tidak peduli, siapa gerangan juara cakrawati, siapa gerangan para pemuak otoriter, siapa gerangan oknum-oknum yang lupa siapakah dirinya. Aku memberanikan diri menapaki setapak demi setapak. Sebenarnya bibirku menganga rupa. Badanku menggigil. Sedikit resah tanpa acuan hendak bagaimana langkah selanjutnya.

"Aku seorang gadis. Tapi aku tak ambil diam jika itu salah." batinku dalam diri. 

Aku tengah berpikir betapa hidup ini hampa. Hening begitu mencekam tiap sudut ruanganku. Setangkai sunyi yang mulai aku temukan di beberapa titik penghidupan. 

Aku temukan beberapa bunga kecoklatan pertanda kebusukan. Ibarat saja 'sesuatu hal yang baik di luar belum tentu baik di dalam'. Aku baru saja melipat dahiku, berpikir perlahan tentang persoalan hidup.

Sore itu, pelangi terlihat jelas. Terik matahari masih bersembunyi. Bukan masalah hal malu dan tidak, berani atau pengecut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline