Lihat ke Halaman Asli

Rabby

Diperbarui: 13 Agustus 2016   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

SIAPA yang tak mengenal Rabby? Perempuan yang memilih untuk gila seumur hidupnya.

Tidak ada kebahagiaan dari seorang perempuan selain bahagianya dalam berumahtangga. Dan itulah yang diharapkan oleh Rabby. Perempuan yang memutuskan untuk menerima pinangan seorang pemuda asal Surabaya, Dirwan. Sebenarnya tak banyak yang Rabby tahu tentang lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya tersebut. Sebagai seorang anak dari orang tua yang sangat fanatik dengan agama, Rabby hanya bisa mengiyakan saat Hanan—sang Abah, mencalonkan Dirwan sebagai imam untuk Rabby. 

Meski Rabby sadar, di dalam hatinya yang begitu dalam... perasaan cinta diam-diamnya pada Alziyan—sahabat semenjak di bangku sekolah dulu, masih serupa benih-benih jagung yang kadang masih sering tumbuh di ladang kerinduan. Namun apalah daya, Alziyan yang saat ini hanya bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah swasta di Jember, tentu takkan bisa membuat sang Abah mau merestui perasaannya. Dan Rabby-pun ikhlas, mungkin tak selamanya rasa yang teramat diharapkan adalah apa yang Tuhan kehendakkan.

Selama dua tahun menjalani biduk rumah tangga, bisa dikatakan Rabby menjadi perempuan yang sangat beruntung mendapatkan suami seperti Dirwan. Lelaki yang pandai berlelucon itu, ternyata adalah seorang suami yang sangat romantis. Lambat laun, Rabby mulai bisa mencintai Dirwan lahir dan batin. 

Menginjak tahun ketiga, kebahagiaan semakin sempurna dengan kabar kehamilan Rabby. Dirwan menjadi sering pulang awal dari kantor. Menemani Rabby cek-up kehamilan, atau hanya sekadar mengajak jalan-jalan. Tanggal kelahiran pun tiba. Seorang bayi perempuan yang sangat lucu terlahir ke dunia. Wigi. Dan semakin sempurnalah kehidupan rumah tangga mereka.

Di tahun kelima usia pernikahan. Angin berhembus sedikit kencang. Dirwan mulai sibuk di kantor. Bahkan tak jarang, dia tidak pulang karena sedang ada meeting yang penting. Atau harus ke luar kota urusan pekerjaannya. Awalnya Rabby tak mempersalahkan kesibukan sang suami tersebut. Namun semua berawal saat Rabby menemukan pesan aneh di ponsel Dirwan. Saat itu Dirwan sedang mandi, ponselnya berbunyi. Entah ada perasaan apa yang membuat Rabby akhirnya membuka pesan tersebut. Tak ada nama yang tertera sebagai pemilik nomor, namun nada pesan tersebut pasti bukan dari seorang teman kantor atau relasi bisnis. 

Hari-hari berikutnya, pikiran Rabby semakin tak tenang. Dan puncak dari segala rasa keingintahuan Rabby adalah di saat Dirwan pulang malam dari meeting kantornya. Malam itu hampir jam dua belas. Rabby tak tidur. Setelah menidurkan Wigi jam sembilan tadi, dia duduk di ruang tamu berniat untuk menunggu sang suami. 

"Apa yang kamu bicarakan?" Dirwan melonggarkan dasi biru tuanya, merebahkan punggung di atas sofa.

       "Maaf, Mas. Jika aku telah lancang. Tapi sebagai seorang perempuan, aku cukup menyadari atas perubahanmu. Sekecil apapun itu." Selama ini Rabby selalu menunduk jika berbicara dengan suaminya. Tapi entah kenapa, malam ini dia begitu ingin masuk ke dalam kedua bola mata Dirwan, dan menemukan segala kejujuran di dalamnya. 

"Itu hanya perasaanmu saja. Aku lelah. Sudah bolehkah aku beristirahat sekarang?" Rabby tak bisa berkata apa-apa lagi. 

**

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline