Lihat ke Halaman Asli

Zahra Azizah

Mahasiswa

Pancasila: Sudah Terkikis atau Tetap Eksis?

Diperbarui: 10 November 2020   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Panca" dan "sila". Dua kata yang terangkai menjadi ideologi negara Indonesia. Berasal dari bahasa Sanskerta dan terbentuk pada tanggal 1 Juni 1945. Kelima silanya berfungsi sebagai norma, jiwa, dan cita-cita bangsa Indonesia. Dijaga dengan segenap jiwa dan raga, demi keutuhan dan kesatuan bangsa.

Tiga perempat abad telah Pancasila lewati. Beberapa generasi pun telah berhasil dilalui. Layaknya manusia, Pancasila juga merasakan dampak globalisasi. Beragam perkembangan di berbagai bidang sudah terjadi, seperti teknologi dan informasi. Ditambah lagi, budaya dari berbagai arah juga telah menjelajahi negeri ini, sehingga terbentuklah akulturasi dan asimilasi.

Ketika menyebut globalisasi, tak lengkap rasanya bila tidak menyinggung salah satu generasi yang ada. Generasi yang terkenal akan berbagai ide dan inovasinya. Ya, generasi milenial namanya. Generasi Y adalah julukan lainnya. Sebutan tersebut diberikan kepada manusia yang lahir di tahun 80-an sampai 90-an, atau sebelum abad 21 tiba. Di generasi inilah, banyak kemajuan teknologi dan informasi yang tercipta.

Adalah media sosial, yang menjadi salah satu perubahan besar yang aktual di bagian teknologi. Media sosial menjadi wadah bagi manusia untuk berkomunikasi. Beratus-ratus kilometer sudah tidak menjadi pengaruh yang berarti. Bahkan komunikasi antar planet pun bukan lagi menjadi sebuah ilusi. Sebut saja Facebook yang diciptakan oleh Mark Zuckerberg sebagai alat untuk berinteraksi. 

Lalu diikuti dengan kemunculan media serupa seperti Whatsapp, Line, dan Instagram yang menjadikan dunia komunikasi semakin bervariasi. Berkat media sosial, Indonesia menjadi lebih leluasa untuk dimasuki oleh globalisasi.

Tentu saja sebuah pertanyaan akan timbul di benak masyarakat. Apakah Pancasila-yang berusia tiga perempat abad-masih tetap diingat? Atau, Pancasila dan nilai-nilai di dalamnya telah habis terbabat? Mengingat, akibat dari globalisasi yang tidak memandang waktu dan tempat.

Mulai dari sila pertama yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa", hingga sila kelima yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Keberhasilan atau kegagalan implementasi kelima sila tersebut dapat dilihat secara nyata. Dengan catatan, tidak ada sesuatu yang sempurna. 

Toleransi beragama masih tetap ada, meskipun belum terlaksana sepenuhnya. Rasa kemanusiaan masih tetap aman terjaga, meskipun ada beberapa orang yang kehilangan hati nuraninya. 

Persatuan dan kesatuan masih melekat di jiwa masyarakat Indonesia, meskipun sempat terjadi demo dan kerusuhan di berbagai area. Suara rakyat masih memiliki peran penting bagi kelangsungan bangsa, serta hak dan kewajiban masyarakat yang masih terwujud dengan semestinya. 

Seluruh implementasi Pancasila tersebut terekam jelas di media sosial sebagai jejak digital yang sebenarnya. Seperti bumerang, keberadaan media sosial dapat menjadi bukti pengamalan Pancasila, sekaligus pengaruh buruk bagi Pancasila.

Secara tidak langsung, media sosial telah memberikan beberapa hal kepada manusia, khususnya generasi milenial, untuk dipahami. Pertama, perpindahan keyakinan tidaklah pantas untuk dicaci maki. Keyakinan adalah hak masing-masing pribadi, sehingga diperlukan adanya toleransi. Kedua, memanusiakan manusia adalah sesuatu yang penting bagi semua generasi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline