Kota telah berhenti bernyanyi,
dicurinya tawa dari saku kanan ke saku kiri.
Tak ada lagi keriangan anak-anak kecil di taman-taman kota.
Taman sejuta kata, tempat orang-orang
merenungi hari-hari akhir sebelum kematiannya,
meninggalkan nasib pada lampu dan bangku-bangkunya.
Si bapak sibuk dengan cara lama,
mencari suara untuk naik takhta,
lupa membangun kota dan perdaban.
Kota kita telah kehilangan nyawa,
ditariknya bibir-bibir itu ke dalam
kubangan penuh intrik dan tawa sinis.