Lihat ke Halaman Asli

Peti Mati

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hari ini saya diberi tahu teman kantor kalau lagi marak pemberitaan tentang peti mati, yang dikirimkan ke beberapa kantor media massa. satu hal hikmah yang bisa saya ambil dari kejadian ini, bahwa kematian itu pasti terjadi. Kalau kita melihat para ulama’ terdahulu sangat memperhatikan tentang kematian ini. karena kematian adalah awal kehidupan panjang yang akan dilalui semua orang. disini saya ingin memaparkan tentang kondisi ulama; terdahulu dalam memberikan nasehat untuk mengingat kematian. Dari Qasim bin Muhammad, dia berkata, ‘Kami pernah bepergian bersama Ibnul Mubarak. Seringkali terlintas dalam benakku, “Mengapa gerangan lelaki ini diutamakan atas diri kami, sehingga dia demikian terkenal di khalayak ramai ? Kalau dia sholat, kami juga sholat. Kalau dia puasa, kami juga puasa. Kalau dia berjihad, kami juga berjihad. Kalau dia berhaji, kami juga berhaji.” Di tengah perjalanan kami, ketika kami sampai di negeri Syam pada malam hari, kami makan malam di sebuah rumah, tiba-tiba lampu padam. Maka salah seorang di antara kami segera mengambil lampu. [atau diriwayatkan dia keluar mencari sesuatu untuk menyalakan lampu beberapa saat, kemudian datang dengan membawa lampu] Tiba-tiba kulihat wajah dan jenggot Ibnul Mubarak sudah ditetesi air mata. Aku berkata pada diriku sendiri: “Karena rasa takut (ketakwaan) inilah lelaki ini diutamakan atas diri kami. Barangkali ketika lampu padam, keadaan menjadi gelap, ia teringan dengan Hari kiamat.” [Shifatus Shofwah: IV/145] Ibnu Basyir rohimahullah berkata, ‘Suatu ketika, kami melewati pekuburan bersama Ibrahim bin Adham. Kemudian beliau mendekati beberapa makam dan meletakkan tangannya di atasnya, ia berkata, “Semoga Allah ‘Azza wa- Jalla merahmati anda wahai fulan.” Kemudian beliau mendatangi makam lain dan mengucapkan kata-kata yang sama. Demikian sampai tujuh makam. Lalu beliau berdiri diantara makam-makam itu dan berkata dengan nada tinggi, “Wahai fulan, wahai fulan… Kalian telah meninggal dan kalian mendahului kami sedang kami akan segera menyusul.” Kemudian beliau menangis dan tenggelam dalam fikirannya. Setelah beberapa saat, beliau menghampiri kami dengan wajah sembab dan air matanya berlinang bagaikan mutiara yang cemerlang. [Shifah, IV/135-136] Dari Abu Qubail bahwa Umar bin Abdul Aziz rohimahullah menangis, sedangkan beliau masih kanak-kanak. Hal itu terdengar oleh ibunya. Lalu ia dipanggil. Ibunya bertanya, “Anakku, apa yang menyebabkan engkau menangis ?” Dia menjawab, “Saya ingat tentang kematian.” Maka ibunya pun menangis. Dan adalah jika Umar ingat kematian, anggota badannya bergetar. Pernah ada seseorang membaca ayat: Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. [QS Al -Furqon(25): 13] dihadapannya, dia menangis dengan keras, lalu dia berdiri dan beranjak ke rumah dan orang-orang meninggalkannya. [al-Bidayah wa Nihayah: IX/217] Hasan al Bashry berkata, “Kematian melecehkan dunia dan tidak menyisakan kesenangan bagi orang yang berakal. Selagi seseorang mengharuskan hatinya untuk mengingat mati, maka dunia terasa kecil di matanya dan segala apa yang ada di dalamnya menjadi remeh.” [Minhajul Qashidin] Ibnu Mas’ud ra berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian berada di tengah perjalanan siang dan malam. Di tengah lingkaran ajal yang terbatas. Di tengah amal perbuatan yang selalu terpantau. Sementara kematian datang dengan tiba-tiba. Barang siapa yang menanam kebajikan, niscaya ia akan menuai kebahagiaan. Barang siapa yang menanam kejahatan, niscaya ia akan menuai penyesalan. Setiap orang yang bercocok tanam, akan menuai yang setimpal dengan apa yang ditanamnya. Orang yang lambat, tidak akan mendahului orang lain mengambil bagiannya. Demikian pula orang yang bernafsu, tidak akan memperoleh sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya. Siapa saja yang mendapat kebaikan, Allah-lah yang memberikan kebaikan itu kepadanya. Siapa saja yang selamat dari bahaya, Allah-lah yang memelihara dirinya dari bahaya tersebut. Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang terhormat. Dan para Ahli fiqh adalah para pembimbing ummat. Duduk-duduk (belajar) bersama mereka adalah keutamaan.” [Siyaru a'lamu Nubalaa': 1/4971] Abu Ubaidah Ibnul Jarrah ra berwasiat menjelang wafatnya: “.. dan janganlah kalian terpedaya oleh kenikmatan dunia. Sesungguhnya andaikata seseorang diberi usia seribu tahun, pasti pada akhirnya dia akan mengalami seperti yang kalian lihat sekarang. Sesungguhnya Allah swt telah menentukan kematian setiap bani Adam. Mereka pasti akan meninggal. Dan yang paling cerdik di antara mereka adalah yang paling taat kepada Tuhannya serta yang paling beramal untuk kehidupan akhiratnya.. .” [ar Riyadh an Nadhrah: 4/358] Demikianlah para salafus Sholeh mereka demikian khawatir dan mempersiapkan tentang kematian yang akan mereka hadapi. Semoga kita semua sadar dari kejadian yang ada itu bisa kita ambil ibroh, tentang PETI MATI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline