Mereka yang lahir di sekitar tahun 1997-2012 M dijuluki dengan "Gen Z" atau Generasi Z. Gen Z ini merupakan generasi yang tumbuh di era teknologi digital. Pertumbuhan Gen Z dapat dikatakan diiringi dengan perkembangan teknologi digital yang pesat. Maka tidak dipungkiri Gen Z ini cakap dan melek akan teknologi. Tetapi, teknologi yang berkembang, terutama teknologi digital dapat memberikan dampak positif dan negatif yang cukup besar, tergantung dari bijaknya dalam mengelola. Salah satu dampak negatif dari teknologi digital adalah terganggunya mental health terutama di kalangan remaja atau "Gen Z".
Bukan hanya kesehatan fisik, kesehatan mental juga harus diperhatikan. Kesehatan mental atau mental health merupakan kondisi kesehatan dan kesejahteraan mental seseorang terkait dengan kejiwaan, emosi, perasaan, pikiran dan psikis. Kondisi mental health yang baik, menjadikan seseorang dapat mengontrol dirinya, emosinya, mampu menghadapi masalah dan menyelesaikannya tanpa stres, mampu mencari kebahagiaan dan menjalin relasi yang baik. Akhir-akhir ini di kalangan Gen Z, kondisi mental health yang kurang baik semakin menjamur dan harus diperhatikan. Karena di era digital ini, seseorang terutama remaja mudah terpengaruh oleh media, sehingga menyebabkan stres dan overthinking terhadap suatu masalah.
Dalam sebuah studi multi-tahun yang dipublish pada 2023, ditemui hampir dari dua per tiga atau 65% dari Gen Z mengalami kasus atau gangguan kesehatan mental selama dua tahun terakhir. Sedangkan sebanyak 42 % siswa sekolah menengah yaitu Gen Z, melaporkan perasaan sedih atau putus asa yang terus-menerus, berdasarkan pada data Survei Perilaku Risiko Remaja CDC terbaru tahun 2021. Kemudian Survei Gallup tahun 2023 juga menemukan bahwa hampir 47 % dari kalangan Gen Z berusia 12 sampai 26 tahun sering merasa cemas, dan lebih dari satu dari lima (22% ) selalu merasa tertekan. Lalu menurut Survei Federal pada 2022 yang melibatkan sekitar 15.000 Gen Z berusia 12 hingga 17 tahun , satu dari lima atau 20 % mengalami depresi berat . Dari beberapa hasil penelitian dan survei tersebut, dapat dilihat bahwa kondisi mental health Gen Z dalam keadaan kritis dan lebih tinggi dari Generasi lainnya.
Di era teknologi digital ini, media sosial menjadi salah satu penyebab krisisnya kondisi mental health Gen Z. Kenapa? Karena Gen Z sangat dekat dengan media sosial. Media sosial sendiri dapat memberikan pengaruh besar kepada penggunanya. Orang-orang yang berinteraksi di media sosial tidak semuanya suka dengan sesama pengguna sehingga muncullah ujaran kebencian, cyber bullying, dll. Selain itu, seseorang sangat terpengaruh dengan tren, sehingga menganggap bahwa standar kebahagiaan, kecantikan, kekayaan adalah seperti apa yang ditampilkan oleh orang-orang di media sosial, sehingga kemudian bagi mereka yang tidak dapat mengikuti dan memenuhi tren tersebut menjadi stres dan memaksakan segala cara untuk memenuhinya. Pengaruh lainnya adalah mudah meniru. Maksudnya, apa yang ditampilkan di media sosial, ditiru dan praktikkan di lingkungannya. Salahnya adalah yang ditiru itu yang buruknya. Contohnya ada film aksi kejahatan, perundungan, pelecehan, dan yang lainnya, membuat pengguna media sosial itu penasaran dan ingin mencoba melakukannya, sehingga timbullah korban. Lalu korban dari tindakan itu mengalami depresi, ketakutan, kecemasan hingga bunuh diri. Begitu juga dengan pelakunya, ketika disalahkan, dimarahi dan dinasehati ia melawan dan depresi juga.
Melansir dari McKinsey Health Institute, menurut surveinya "Gen Z Global 2022", survei kepada lebih dari 42 ribu responden dari 26 negara , lebih dari sepertiga responden Gen Z menyatakan menghabiskan waktunya lebih dari dua jam dalam sehari untuk menggunakan media sosial. Mereka juga mengaku, media sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Sebagian besar Gen Z wanita mengaku, media sosial memberikan dampak negatif berupa rasa takut tertinggal tren baru , dan Fear of Missing Out alias FOMO sebesar 32 %, khawatir akan citra tubuh 32 %, dan kepercayaan diri sebanyak 13 %. Kemudian dalam penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA Psychiatry , media sosial kerap menjadi ajang untuk membandingkan diri dengan orang lain, sehingga dapat menyebabkan perasaan yang tidak cukup baik, overthinking atau kecemasan berlebihan , dan stres. Banyak Gen Z merasa tertekan dengan pencapaian orang lain yang ditampilkan di media sosial, merasa diri mereka belum cukup mampu atau berhasil serta merasa insecure.
Gen Z, teknologi digital (media sosial), mental health, merupakan tiga hal yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Gen z yang lahir di zaman perkembangan teknologi digital, hidup di era digital, membuatnya dekat dengan teknologi digital terutama media sosial. Sedangkan media sosial itu sendiri di samping memiliki dampak positif, juga memberikan dampak negatif, salah satunya membuat kondisi mental health yang krisis dan prihatin. Maka dari itu, dalam menggunakan media sosial, khususnya Gen Z harus bijak dalam memanfaatkan teknologi digital ini, secara Gen Z adalah generasi yang melek teknologi, tumbuh dan berkembang di era teknologi, seharusnya dapat menguasai teknologi untuk hal positif dan memberikan dampak positif pula. Sehingga kondisi kesehatan mental juga terjaga, karena kesehatan mental itu sangat penting di samping kesehatan fisik. Harapannya, kepada Gen Z supaya bisa bijak dalam ber- media sosial di era digital ini, agar terwujudnya "Indonesia Emas" bukan "Indonesia Cemas".
Opini: Zahara Srimadani ( Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Imam Bonjol Padang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H