Oleh :
Zaenab Sri Rahayu
Bagai dua sisi mata uang, pemilu dan demokrasi tidak dapat terpisahkan, keduanya akan selalu erat berkaitan. Itulah tanda bukti dalam penguatan sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia hingga saat ini. Dalam amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 "Pasal 1 ayat 2" menyatakan "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Sehingga pemilu menjadi salah satu ciri hajat rakyat yang tidak dapat diganggu gugat dalam demokrasi Indonesia. Prinsip demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Itu semua dapat kita lihat dalam kegiatan pemilu yang sudah terselenggara selama 13 (tiga belas) kali oleh negara ini pasca menjalankan kemerdekaanya.
Prosesi pemilihan umum menjadi salah satu wujud sarana kehidupan politik bagi warga negara dalam pilar demokrasi. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi memiliki hak sebagai warga negara untuk menyalurkan hak-hak politiknya melalui pemilu. Peran dan partisipasi rakyat ini menjadi bukti bahwa nlai-nilai demokrasi masih berjalan dengan baik di negeri ini. Jika tidak ada pemilu maka rakyat tidak berdaulat dan itu bertentangan dengan amanat dari Undang-Undang Dasar. Karena melalui pemilu rakyat dapat menentukan siapa yang menjadi wakil dan pemimpinnya di kursi pemerintahan, sehingga mereka dapat menjadi penyambung lidah dan aspirasi dalam menggapai harapan rakyat.
Parameter pemilu yang demokratis dikemukakan oleh Surbakti Ramlan (Sistem Pemilihan Umum:2008) terdiri dari tujuh parameter, antara lain: Pertama, kesetaraan antar warga negara yang harus terlihat pada kuantitas dan kualitas daftar pemilih yang mencapai derajat maksimal. Kedua, peraturan perundang-undangan yang mengatur pemilu serta menjamin hak-hak politik yang berkaitan dengan pemilu. Ketiga, persaingan yang bebas dan adil antar peserta pemilu. Keempat, penyelenggaraan pemilu yang independent, profesional, berintegritas, melaksanakan kepemimpinan yang efektif dan efisien, serta melaksanakan tugas dan kewenangan sesuai dengan kode etik penyelenggara pemilu. Kelima, partisipasi semua unsur masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemilu. Keenam, proses pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulsi hasil penghitungan suara, dan penetapan penumuman hasil pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil, transparan dan akuntabel. Ketujuh, penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu dilakukan dengan adil dan tepat waktu.
Selain dari parameter terdapat prinsip yang harus dirujuk dan dijadikan komitmen bersama antara pemerintah, penyelenggara pemilu, partai politik peserta pemilu, kandidat politik, pemantau-pengawas pemilu, dan masyarakat luas (warga negara), yakni Pertama, pemilu yang demokratis hasurlah menyelenggarakan pemilu dengan interval waktu yang regular dan ditetapkanoleh Undang-Undang.
Kedua, pemilu akan menjadi demokratis jika pemilu tersebut diadakan pada lingkungan sosial politik yang kondusif, dimana kebebasan asasi dijunjung tinggi dan pluralisme politik bisa tumbuh. Maksud dari pluralisme politik disini adalah adanya jaminan partisispasi dan kompetisi yang terbuka antar partai politik peserta pemilu maupun kandidat politik. Dengan adanya pluralisme politik warga negara memiliki pilihan yang bervariasi, sehingga mereka memiliki pilihan alternative jika dihadapkan pada petahana yang menurut mereka tidak representative atau tidak bekerja sesuai dengan visi misi politik saat kampanye.
Pada poin ini, pemilu menjadi instrument warga negara untuk menghukum partai politik maupun kandidat politik dengan cara tidak memilihnya lagi. Ketiga, adalah pemilu yang bebas, dimensi pemilu yang bebas sangat lekat pada hak kebebasan dan politik warga negara. Kebebasan mengungkapkan ekspresi, pendapat dan pilihan politiknya, kebebasan untuk bergerak dan berserikat, sebagai anggota partai politik, kandidat politik, maupun terlibat dalam aktivitas kampanye. Selain itu warga negara juga memiliki kebebasan untuk turut serta memantau dan mengawasi proses dan tahapan pemilu. Pemilu yang bebas juga diharuskan menganut prinsip kebebasan pers.
Media harus dibebaskan untuk mengekspos berita pemilu secara bebas, netral, dan berimbang. Keempat, prinsip pemilu yang mampu menjamin kontestasi yang berkeadilan dan menjunjung kesetaraan. Berkeadilan dalam hal ini dimaksudkan tidak menguntungkan salah satu pihak yang berkompetisi, kemudian media tidak menyajikan pemberitaan yang timpang atau memiliki kecenderungan yang memihak, serta transparansi dana kampanye menjadi isu penting utnuk menjamin kontestasi yang berkeadilan. Kelima, setiap warga negara memiliki satu suara dan tiap suara ditakar dengan nilai yang sama. Hal ini bisa diartikan, setiap orang ketika memberikan suaranya hanya akan dihitung satu suara.
Untuk mendukung parameter serta menjalankan prisip pemilu tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berwenang menyelenggarakan pemilu melakukan kolaborasi pengawasan dalam menjalankannya, dengan Bawaslu. Bawaslu dalam menjalankan pengawasannya, untuk menghasilkan pemilu yang demokratis tidak lepas dari fungsi dan strategi pengawasan pada pemilu yang selama ini sering kita lihat dalam setiap kontestasi pemilu.