Lihat ke Halaman Asli

Sawah Makin Sempit, Kita Makan Apa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Krisis pangan diprediksikan akan mengancam dunia. Hal ini disebabkan dengan jumlah pertambahan penduduk dunia yang cukup sulit dikontrol terutama di negara berkembang dan negara terbelakang. Dimana dengan semakin banyaknya jumlah manusia tentu membutuhkan lahan untuk tempat tinggal maupun ketersediaan makanan . Menurut Theori Maltus Bumi hanya mampu menyediakan tempat maksimal bagi manusia sebanyak 7milyar, artinya bila melebihi jumlah tersebut jumlah maksimal produksi pangan yang dihasilkan oleh bumi tidak akan mampu mencukupi kebutuhan pangan manusia sehingga akan menimbulkan kegoncangan yang disebabkan oleh perebutan sumberdaya guna memenuhi kebutuhan pokoknya

Badan Pusat Statistik mencatat saat ini luas lahan sawah di Indonesia tinggal 7,8 juta ha, penyusutan ini disebabkan oleh konversi/alih fungsi untuk sektor non pertanian guna memenuhi tuntutan pembangunan terutama sektor perumahan dan industri. Dari jumlah tersebut sekitar 3,1 juta ha atau 42 persen  diantaranya terancam akan dialihfungsikan lagi.

BPS mencatat bahwa sepanjang tahun 2008 hingga 2010, laju konversi lahan sawah di Pulau Jawa sebesar 600 ribu hektar, atau terjadi konversi lahan sawah rata-rata mencapai 200 ribu hektar/tahun. Konversi lahan tersebut hanya mampu diimbangi oleh pemerintah dengan mencetak sawah baru 40 ribu hektar sawah setiap tahunnya. Artinya, setiap tahun ada  lahan sawah seluas 160 ribu hektar yang lenyap. Tanpa upaya serius dari pemerintah, dapat dipastikan, kurang dari 20 tahun ke depan tak akan ada lagi lahan sawah di negeri ini. Karena  luas lahan sawah saat ini tinggal 7,5 juta hektar (ditambah 9,7 juta hektar lahan kering).

Sebagian besar lahan sawah yang terkonversi itu pada mulanya beririgasi teknis/semiteknis dengan produktivitas yang tinggi. Konversi lahan sawah juga mengakibatkan penurunan kualitas irigasi pada lahan sawah sekitarnya. Sehingga mengancam ketahanan pangan nasional yang merupakan komponen kestabilan Nasional. Oleh sebab itu kebijaksanaan khusus sangat diperlukan dalam menangani masalah ini

Variabel penentu jumlah produksi padi adalah luas panen dan tingkat produktivitas. Peningkatan luas panen berasal dari pertambahan areal baru dan intensitas tanam, sedangkan pertumbuhan produktivitas ditentukan oleh aplikasi teknologi budi daya yang mampu meningkatkan jumlah produksi dengan luas lahan tetap. Celakanya dalam dasawarsa terakhir ini terjadi stagnasi dalam upaya peningkatan produktivitas. sehingga peningkatan produksi pangan harus bertumpu pada pertambahan luas areal tanam.

Hal ini tentu sangat tidak mungkin, sehingga satu2nya Opsi adalah menambah jumlah impor padi yang saat ini juga sudah cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data BPS 2012, beras impor terbanyak datang dari Vietnam yaitu 491 ribu ton dengan nilai US$ 284 juta. Kemudian impor beras terbanyak kedua datang dari Thailand yaitu 268,5 ribu ton dengan nilai US$ 157,1 juta. Beras dari India, hingga Juli lalu, sebanyak 165,3 ribu ton beras dengan nilai US$ 80,9 juta, ternyata untuk mewujudkan stabilitas pangan kita terpaksa harus bergantung pada impor, mungkin saat ini dipasaran dunia masih tersedia beras, tetapi apakah hal ini bisa dijamin kelanjutanya? Kalau produksi beras dunia mandeg lalu kita makan apa?

Upaya Pemerintah agar sawah tidak menghilang adalah dengan menerbitkan undang2 konservasi lahanPertanian Pangan Berkelanjutan (LP2b) Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, tapi hal ini kadang cukup sulit dalam penerapanya..bagaimana bisa melarang orang menjual sawah2nya sendiri ke pemilik modal untuk dialih fungsikan atau mengkonversi sawah tersebut menjadi rumah bagi anak2nya?

Begitulah bro..lahan pertanian semakin sempit sementara Penduduk bertambah pesat?haruskan kita menanam padi di polybag2?pot2?untuk tidak impor pangan lagi?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline