Lihat ke Halaman Asli

Zaenal Arifin

Kawula Alit

Menghitung Rezeki?

Diperbarui: 26 Maret 2019   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantin baru memiliki asumsi, harapan, dan visi jangka panjang. Kepala keluarga baru, berusaha mengatur [baca: manage] biduk rumah tangga kecilnya. Tujuannya, tentu agar kehidupan keluarga berjalan lancar dan sukses hingga di masa tua. Tidak sampai karam di tengah lautan kehidupan.

Bagus. Proses yang luar biasa setidaknya sebagai tanda, kesiapan pengantin baru mengarungi bahtera rumah tangga.

Seorang suami menyiapkan buku kas umum. Agar istrinya mencatat pemasukan dan pengeluaran keuangan.

Gaji bulan pertama, (saat sudah berumah tangga) diberikan kepada istri. Sami'na wa atha'na istripun mencatat sebagai pemasukan. Alhamdulillah, di akhir bulan masih terdapat sisa. Untuk tabungan, dipindahkan ke Bank. Maklum, pengantin baru. Sisa beras, gula, minyak, dan bahan pokok yang lain masih ada.

Kembali nol, pembukuan bulan kedua dimulai dengan nol rupiah. Ibarat laporan pertanggung jawaban keuangan perusahaan. Pemasukan harus sama dengan pengeluaran. Agar tidak terjadi pailit, bangkrut, kolaps.

Suami memberikan gaji untuk dibukukan bulan kedua. Saat ini banyak pengeluaran. Sabun, shampoo, pasta gigi, dan kebutuhan dapur sudah waktunya untuk dibeli. Tertib administrasi, semua pengeluaran ditulis rinci. Bahkan nota, kuitansi ditempelkan pada bagian belakang buku kas.

Istri salihah, tidak ada sedikitpun niat  mark up keuangan. Lurus, polos, jujur. Benar-benar sesuai keadaan sebenarnya. Sekecil apapun pengeluaran dicantumkan.

Dua pertiga bulan kedua. Stok keuangan sudah habis. Telah mencapai titik nol. Laporan kepada pimpinan rumah tangga. Strategi diterapkan, ambil uang tabungan. Semuanya, seluruhnya, untuk menutup kekurangan bulan kedua. Impas, nol nol, di akhir bulan kedua, kembali pada titik nol rupiah. Uang di bank? Ikutan nol rupiah.

Bulan ketiga. Memasuki Bulan Ramadhan. Berabe, cilaka dua belas. Kebutuhan membengkak. Persiapan Idul Fitri. Banyak kebutuhan, dua hingga tiga kali lipat. Gaji suami? Lumat habis, tiada sisa. Terus bagaimana?

Lapor suami! Apa yang harus dilakukan?

Pusing, tujuh keliling. Sulit, bagaimana mengatasinya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline