Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Asep Zaelani

Pekerja Sosial Perusahaan, NU dan Gusdurian

Rencana Induk PPM (Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat)

Diperbarui: 10 Januari 2019   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Merujuk kepada Permen ESDM No 41 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, maka setiap badan usaha pertambangan diwajibkan untuk menyusun dan mempunyai Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

Program PPM sendiri merupakan salah satu upaya serius dari pemerintah untuk mengejawantahkan konsep corporate social responsibility (CSR) di dunia tambang, dengan tujuan untuk lebih mendorong perekonomian, pendidikan, sosial budaya, kesehatan, dan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar tambang, baik secara individual maupun secara kolektif, agar tingkat kehidupan masyarakat sekitar tambang menjadi lebih baik dan mandiri.

Permen PPM ini kemudian lebih diperjelas lagi melalui Kepmen ESDM No 1824 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat. Kepmen ini memuat dua point utama, yaitu Pedoman Penyusunan Cetak Biru (Blue Print) dan Pedoman Penyusunan Rencana Induk PPM. Dengan keluarnya pedoman ini, diharapkan tidak ada lagi perusahaan pertambangan yang asal-asalan dalam penyusunannya. Sehingga program PPM yang dijalankan bisa lebih terukur, terarah, tepat guna dan tepat sasaran.

Idealnya Rencana Induk PPM harus merujuk kepada Cetak Biru yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten). Namun karena belum semua daerah mempunyai Cetak Biru, maka setidaknya Rencana Induk PPM yang disusun bisa merujuk kepada dokumen RPJM, RPJP dan RTRW Daerah serta hasil konsultasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholder).

Disamping itu, Rencana Induk PPM juga harus didasarkan pada hasil pemetaan sosial (social mapping). Pemetaan Sosial menjadi wajib dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal kondisi masyarakat  sekitar tambang sebelum aktivitas tambang dimulai. Pemetaan sosial yang dilakukan minimalnya bisa memberikan gambaran utuh tentang kondisi kesehatan dan pendidikan, kondisi sosial budaya dan lingkungan kehidupan masyarakat, kondisi infrastruktur, kondisi kemandirian ekonomi dan kelembagaan komunitas masyarakat dalam menunjang kemandirian ekonomi.

Ada 8 program utama yang harus dirumuskan oleh pihak perusahaan dalam dokumen Rencana Induk PPM, yaitu program bidang pendidikan, kesehatan, tingkat pendapatan riil atau pekerjaan, kemandirian ekonomi, sosial budaya, lingkungan, pembentukan lembaga komunitas dan infrastruktur. Program yang disusun mulai fase operasi produksi sampai dengan program untuk fase penutupan tambang. Termasuk didalamnya memuat besaran biaya yang dianggarkan oleh perusahaan.

Untuk besaran biaya yang dianggarkan masih disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan. Sampai saat ini belum ada aturan yang menetapkan berapa besaran biaya yang harus disisihkan oleh perusahaan swasta untuk program PPM. Berbeda dengan perusahaan plat merah (BUMN) yang dalam Permen Negara BUMN No. 4 Tahun 2007 dipatok untuk menyisihkan 2 persen dari labanya untuk membiayai kegiatan CSR (PKBL).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline