Lihat ke Halaman Asli

Bayiku

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku ini bukan anak berbakti. Bahkan pulang membawa anak yang mungil kecil tak berdaya. Umi Abi, tanpa malu ku ketuk pintu rumahmu. Membawa cerita yang aku sendiri tak sanggup mendengarnya. Umi tergolek lemah, begitu pula bayi kecil dalam pelukkanku. Abi hanya diam didepan pintu. Menunduk marah, seperti bayi kecil dalam pelukkanku.

Aku ini bukan anak berbakti. Bahkan pulang membawa malu dan kekotoran yang takkan bisa kubasuh lagi. Kata orang disana, aku harusnya sudah mati malu. Ya, aku harusnya mati. Maka tanpa malu ku ketuk pintu pulang. Umi Abi, bayiku ini tidak bersalah. Lihatlah wajahnya, dan jangan bayangkan siapa yang telah melahirkannya.

Aku ini bukan anak berbakti. Bahkan pulang membawa titipan. Umi Abi maafkan aku. Mati digantung pun takkan bisa mengganti rasa yang telah menggores hatimu. Tapi hanya Umi Abi tempatku pulang tempatku kembali. Aku tak mau membuang bayi ini. Ku titipkan si kecil ini dengan rasa haru dan rasa yang tak bisa aku rasa.

Aku ini bukan anak berbakti. Sudah pulang membawa bayi, malu dan amanah baru untuk Umi Abi. Aku ini bukan anak berbakti, di usia senja Umi Abi malah membuat dunia ini terjungkir balik. Aku ini bukan anak berbakti, dan harusnya aku mati.

Bayiku, kamu itu anugerah. Kamu harus hidup dengan indah. Jangan rindukan aku atau bahkan menanyakan tentang aku.

Bayiku, kamu bukan alasanku untuk mati begini. Tapi aku harus mati karena telah mencelakai diriku sendiri. Maafkan aku.

Bayiku, kamu harus menyayangi Umi Abi. Tumbuhlah jadi anak berbakti.
Maaf Umi. Maaf Abi. Maaf Yaa Allah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline