Lihat ke Halaman Asli

Zabrina Kayla

Berpartisipasi dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang diadakan universitas

Perbudakan Modern di Benjina : Cermin Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Diperbarui: 15 Desember 2024   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada tahun 2015, dunia dikejutkan dengan kasus perbudakan modern di Benjina, Maluku. Ratusan Anak Buah Kapal (ABK), yang sebagian besar adalah pekerja migran dari Myanmar, Kamboja, dan negara lain, ditemukan bekerja dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Mereka dipaksa bekerja lebih dari 20 jam per hari tanpa upah yang layak, tanpa dokumen resmi, dan kerap mengalami kekerasan.

Kasus ini juga mengungkap aktivitas Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang tidak hanya merugikan ekonomi Indonesia tetapi juga memperburuk keberlanjutan sumber daya laut. Lebih dari sekadar pelanggaran hak asasi manusia, kasus ini menjadi simbol dari tantangan besar dalam menerapkan keadilan sosial di sektor perikanan.

Mimpi Pekerjaan Layak yang Berubah Jadi Mimpi Buruk
Para korban awalnya dijanjikan pekerjaan layak oleh agen tenaga kerja, tetapi kenyataan yang mereka hadapi justru sebaliknya. Mereka diperbudak di kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan Indonesia dan internasional. Tak hanya itu, mereka juga tidak memiliki akses ke perlindungan hukum karena kondisi kerja mereka berlangsung di laut, jauh dari jangkauan otoritas resmi.

Melanggar Nilai-Nilai Pancasila
Kasus ini sangat bertentangan dengan sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.” Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, praktik eksploitasi seperti ini menunjukkan betapa masih jauhnya penerapan nilai keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, terutama bagi pekerja rentan seperti ABK.

Langkah Tegas Pemerintah Indonesia
Menanggapi kasus Benjina, pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, termasuk:
1.Pembentukan Satgas Pemberantasan Illegal Fishing: Satuan tugas ini melibatkan TNI, Bea Cukai, Kepolisian, dan Badan Keamanan Laut untuk menindak kapal-kapal yang terlibat dalam perbudakan dan praktik ilegal lainnya.
2.Regulasi Ketat: Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Peraturan No. 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia di Industri Perikanan untuk melindungi hak-hak ABK.

Namun, implementasi regulasi ini masih menghadapi banyak kendala, seperti lemahnya pengawasan dan keterbatasan sumber daya.

Pelajaran dari Kasus Benjina
Kasus Benjina adalah pengingat keras bahwa eksploitasi manusia dapat terjadi di sektor-sektor yang terlihat legal sekalipun. Untuk mencegah kasus serupa terulang, dibutuhkan:
•Peningkatan Pengawasan: Perlu adanya pengawasan lebih ketat terhadap industri perikanan, terutama di daerah terpencil.
•Reformasi Sistem Perekrutan: Menghapus agen tenaga kerja ilegal yang sering menjadi pintu masuk praktik eksploitasi.
•Kerja Sama Internasional: Mengingat banyak korban berasal dari negara lain, koordinasi dengan negara asal pekerja sangat penting.
•Edukasi dan Kesadaran Publik: Penyuluhan tentang hak asasi manusia harus diperkuat, terutama bagi pekerja migran.

Harapan untuk Masa Depan
Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga internasional, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan industri perikanan yang manusiawi, adil, dan berkelanjutan. Kasus Benjina harus menjadi pelajaran penting agar nilai-nilai kemanusiaan dalam Pancasila tidak hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline