Bergabungnya PAN dalam koalisi pendukung pemerintahan Jokowi mengagetkan banyak pihak. Siapa mereka?. Tentu saja para elit politik yang dulu tergabung dalam KMP. Sebut saja misalnya Fahri Hamzah (PKS), Idrus Marhan (Golkar) dan beberapa lainnya. Untung saja saya selalu merasa perlu menerapkan pepatah jawa dalam melihat setiap perubahan yang terjadi (ojo gumunan, ojo kagetan). Apalagi ini proses yang terjadi dalam sebuah dinamika politik yang tak pernah ajeg.
Kalau kita mau mengamati perubahan sikap politik PAN secara perlahan sudah tampak mengalami perubahan sejak pergantian kepemimpinan di PAN, dengan munculnya sosok Zulkifli hasan menggantikan Hatta Rajasa. Zulkifli Hasan adalah adalah tokoh yang tidak terlalu menyukai pertentangn dan konflik. Zulkifli juga tidak terlibat secara langsung pergumulan politik karena ketua PAN terdahulu menjadi calon wakil presiden dari KMP, koalisi yang berseberangan dengan KIH.
Bisa jadi Zulkifli yang terpilih sebagai ketua MPR sangat merasakan kegaduhan politik yang disebabkan sisa perseturuan di masa pilpres itu. Kegaduhan itu terutama semacam kesan yang timbul diakibatkan bahwa kepemimpinan di DPR telah didominasi oleh partai pendukung KMP. Sebut saja Fahri Hamzah, Fadli Zon yang acap dan tak pernah alpa selalu mengkritisi apapun kebijakan pemerintahan. Langkah Zulkifil Hasan dengan bergabung ke KIH, tentu saja akan mengubah peta kekuatan dan pengaruh serta keputusan yang bakal akan tercapai di DPR.
Kalau dulu KMP di DPR memiliki 258 kursi ( Golkar 91 kursi, Gerindra 73, PKS 40, PAN 48, dan PPP loyalis Djan Faridz 6.). Sedangkan KIH hanya memiliki 241 kursi (PDIP 109 kursi, PKB 47, NasDem 36, Hanura 16, PPP loyalis Romahurmuziy 33.) Dengan merapatnya PAN, maka kekuatan KIH menjadi menjadi 289 kursi, unggul jauh dari KMP yang tinggal 210 kursi. Kalaupun Partai Demokrat mendukung KMP, total kekuatannya hanya 271, masih kalah dari KIH.
Pemerintahan Jokowi terlihat sangat menyambut gembira keputusan PAN ini. Ya, tentu saja. Bagaimanapun peran DPR amatlah penting. Apalagi mengingat banyak kebijakan yang nantinya akan bisa dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan DPR, terutama menyangkut kebijakan strategis yang berkaitan dengan pembangunan berskala besar dalam berbagai dimensinya.
Selain memberi warna baru pada peta politik di DPR, dukungan PAN pada pemerintahan Jokowi juga semakin memperkuat dukungan di kalangan mayoritas umat Islam di tanah air. Yaitu, saat ini pemerintahan didukung oleh dua partai yang memiliki basis massa pada ormas Nahdlatul Ulama (PKB) dan Muhammadiyah (PAN).
Pemerintahan Jokowi sepertinya tengah berupaya membangun kekuatan baru guna mengatasi persoalan-persoalan bangsa, terutama masalah perekonomian, di mana dalam kurun waktu beberapa pekan ini terus diguncang badai merosotnya nilai rupiah yang konon akibat perseteruan dagang dua kekuatan besar dunia; Amerika dan Cina.
Apakah perubahan peta politik ini akan membawa arah positif, bagi perekonomian ke depan?. Mbuhlah…kita tunggu saja. #monggo ngopi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H