Lihat ke Halaman Asli

Zabidi Mutiullah

TERVERIFIKASI

Concern pada soal etika sosial politik

Pilpres 2024: Dua Pepatah Dalam Proses dan Tujuan Politik

Diperbarui: 20 Agustus 2023   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Partai-partai Politik Peserta Pemilu (Sumber Foto Kompas.com/Andika Bayu Setyaji)

Anda bingung tidak melihat perjalanan partai-partai dan tokoh politik dalam menghadapi pilpres 2024..? Yang awam atau kurang perhatian terhadap dunia politik mungkin iya.

Tapi bagi yang ada di dalam, terlebih sebagai pelaku, itu semua merupakan sesuatu yang biasa-biasa saja. Mereka tidak akan kaget, karena menganggap sebuah proses yang memang harus dijalani.

Maka itu, jika saat buka-buka informasi dan browsing berita politik, lalu menemukan info tentang  manuver yang dilakukan oleh parpol dan elit politik, sebaiknya anda tenangkan pikiran. Tak perlu panik.

Salah satu caranya, ambil nafas dalam-dalam, lalu keluarkan sedikit demi sedikit. Kemudian seruput secangkir kopi atau teh. Baru setelah itu lanjut membaca. Cara ini sedikit banyak bisa membuat anda tenang.

Pada akhirnya, anda akan merasa enjoy ketika menemukan informasi. Bahwa Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin misalkan dirumorkan bakal merapat ke poros PDIP, mendukung Ganjar Pranowo.

Padahal sebelumnya getol membawa nama Prabowo Subianto sebagai capres, setelah sebelumnya bersama Gerindra membentuk poros yang namanya Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau KKIR.

Anda juga bisa tenang, manakala menemukan Airlangga Hartarto Golkar dan Zulkfili Hasan PAN juga melakukan manuver yang sama dengan Cak Imin. Setelah lirak-lirik kesana kemari, ambil sikap berlabuh ke poros Gerindra.

Juga mendukung Prabowo. Padahal sebelumnya, aktif ketemu elit PDIP yang punya capres Ganjar Pranowo. Khusus PAN, tempo hari bahkan pernah mewacanakan pasangan capres cawapres Ganjar-Erick Thohir.

Dunia politik memang penuh kejutan. Karenanya, fakta yang terjadi tidak bisa di ukur menggunakan hitungan matematika. Yang memang sudah menentukan, bahwa satu tambah satu harus berjumlah dua.

Anda tahu, dunia politik tidak begitu. Sebab parameter yang di gunakan berdasar ukuran sistem sosial. Yang membuat teori matematis jadi tidak berlaku. Di dunia politik, satu tambah satu bisa berjumlah tiga, empat, lima atau bahkan seribu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline