Pun demikian dengan keputusan Ijtimak Ulama yang diadakan oleh Dewan Syuro DPP PKB. Cak Imin dianggap sebagai satu-satunya tokoh PKB yang layak diusung meneruskan pemerintahan Jokowi. Tentu ada pertimbangan lain. Misal, merupakan kader NU tulen, tergolong keluarga besar para Masyayikh, memahami kultur dan karakter warga Nahdliyin serta sarat pengalaman di bidang politik.
Masalahnya sekarang, kondisi hubungan PKB dan PBNU kelihatan kurang baik-baik saja. Secara tersirat maupun tersurat nampak “berseteru”. Antar elit bahkan saling sindir di media. Ini jelas sangat berpengaruh terhadap kelanjutan cita-cita PKB dan Ijtimak Ulama untuk memajukan Cak Imin sebagai kandidat. Minimal tersendat. Yang lebih parah, Cak Imin bisa gagal maju.
Pengaruh hubungan tak baik PKB PBNU terhadap kelanjutan mengusung Cak Imin dapat terjadi pada dua hal. Pertama, munculnya persepsi negatif dari calon pasangan. Entah sebagai capres maupun cawapres. Ambil contoh misalnya kandidat Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang dari semula memang digadang-gadang bersama Cak Imin.
Jika masalah PKB PBNU tak selesai hingga berlarut-larut, Prabowo Gerindra akan berpikir dua kali untuk menggandeng Cak Imin. Lha bagaimana hendak diteruskan, jika bermasalah dengan PBNU yang punya massa hingga puluhan juta. Padahal, tujuan utama menggandeng kader NU macam Cak Imin, ya antara lain untuk menyedot pemilih dari kaum Nahdliyin.
Yang kedua pengaruh terhadap perolehan suara. Meskipun kelak Cak Imin mendapatkan teman duet, sekali lagi kita coba gandeng dengan Prabowo, tak cukup ada keyakinan bisa mendapat suara sangat signifikan dari kaum santri atau islam tradisional. Lha iya, jaringan kultural PBNU yang hingga menjangkau ke tingkat terbawah, sedikit banyak akan merasakan perseteruan juga, sebagaimana pucuk “pimpinan” diatasnya.
Andai kondisi hubungan PKB PBNU masih seperti jaman KH. Said Aqil Siraj menjadi Ketua Umum, saya tebak pencalonan Cak Imin tidak akan seruwet sekarang ini. Jaman Kyai Said, PKB PBNU sangat-sangat mesra. Bahkan ada kesan, PBNU ketika itu sengaja mempromosikan PKB. Bisa dikatakan, PKB merupakan anak emas PBNU.
Tapi kini ceritanya jadi beda. Sejak Ketua Umum dijabat oleh KH. Yahya Cholil Tsaquf atau Gus Yahya, PBNU langsung mengambil jarak dengan PKB. Sebutan “mengambil jarak” ini sebenarnya bahasa lain dari fakta “PBNU menggeser PKB agak ke pinggir”. Tidak lagi ada dalam “pelukan” PBNU. Dampaknya, posisi PKB sama dibanding partai-partai politik lain. Macam Gerindra, Golkar, PDIP, PAN, PPP dan sebagainya.
Makanya, ada sebagian kalangan dilingkungan NU yang mempertanyakan soal ketegangan PKB PBNU. Apakah itu sebenarnya merupakan perseteruan pribadi Cak Imin VS Gus Yahya, atau memang senyatanya antara PKB lawan PBNU secara organisasi..? Untuk masalah ini, terus terang saya tak berani memprediksi. Biarlah para ulama NU yang menjawabnya.
Hanya saja, belakangan ini di berbagai group WA terutama lingkungan PKB dan NU, dimana penulis kebetulan masuk sebagai anggota, viral beredar luas video dukungan kepada Cak Imin oleh para masyayikh Pondok Pesantren berpengaruh. Tak main-main, salah satunya dilakukan oleh Pengasuh Ponpes Sidogiri Pasuruan Jawa Timur. Ingat, Sidogiri adalah ponpes tua dan terkenal sudah melahirkan banyak ulama NU.