Assalamualaikum Mbak Puan. Pertama-tama saya panjatkan doa untuk Mbak Puan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa anugerahi Mbak kekuatan. Agar mampu mengamban amanat sebagai Ketua DPR RI. Juga kesehatan. Sehingga Mbak tak terhalang ketika melaksanakan agenda penting. Dan yang lebih mendesak dari itu adalah kecerdasan. Supaya Mbak jeli menemukan solusi atas berbagai masalah yang muncul dinegeri ini.
Surat ini saya tulis sebagai apresiasi. Setelah muncul fakta terbalik atas tuduhan sebagian orang tentang hubungan Mbak Puan Maharani dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Sebelumnya santer kabar hubungan tersebut renggang. Tapi ternyata tidak. Buktinya, saat hadir di acara HIPMI Solo, Mbak Puan dan Pak Ganjar baik-baik saja. Rupanya, ada orang sirik ingin mengganggu ketenangan kader di internal PDIP.
Sebagai rakyat biasa yang tak punya jabatan, saya sadar bahwa kedudukan Mbak Puan sangat-sangat tinggi dibidang politik. Bahkan menjulang hingga langit ke tujuh jika pakai analogi susunan tata surya. Saya dan mungkin para pembaca yang ada dibawah, mana bisa menjangkau posisi Mbak. Jangankan hingga sejajar. Ada di deretan kedelapan saja, balum tentu.
Karenanya saya wajib, harus, kudu, patut, perlu dan tentu saja mengakui. Bahwa posisi yang melekat di badan Mbak Puan sangat bergengsi. Mahal sekali. Bagai emas dua puluh empat karat. Atau berlian belasan krat macam milik Bang Hotman Paris Hutapea. Itu lho Mbak, yang sering dipamer-pamerkan saat beracara di sidang atau show di TV.
Makanya saya dukung. Ketika Mbak mengeluh. Ada seorang pejabat daerah tak kasih sambutan semestinya buat Mbak. Bisa-bisanya itu pejabat bersikap demikian. Tak tahu diri. Sungguh tak pantas sekali. Ini sama saja tidak menghormati kehadiran seorang pejabat tinggi negara. Bisa dianggap pelecehan. Perlu kena sanksi, jika memang melanggar aturan tata krama tentang wajibnya menyambut kedatangan Ketua DPR RI.
Padahal, sambutan demikian sangat-sangat dibutuhkan. Demi apa coba. Ya demi menjaga wibawa dan menunjukkan eksisitensi. Saya ingat komentar Mbak soal itu. Kata Mbak, “ Saya ini Ketua DPR ke-23. Begitu saya datang nggak mau menyambut gitu loh. Saya jadi bingung. Kayak nggak semangat gitu”.
Jangankan Mbak Puan. Saya juga bingung. Apa sich yang dimaui pejabat tersebut. Kok bisa-bisanya tak kasih penghormatan kepada Mbak. Padahal kalau saya di posisi pejabat itu, pasti kedatangan Mbak Puan jadi prioritas. Jangankan ada dinas. Meski ibu saya sakit sekalipun, pasti saya tinggal demi ketemu Mbak Puan.
Mengapa hingga demikian rupa..? Karena saya senang bisa menyambut Mbak Puan. Jarang-jarang lho bisa ketemu langsung dengan Ketua DPR RI. Kalau ada kesempatan, pasti membanggakan. Seperti kata Mbak Puan juga, “Padahal, harusnya jadi kebanggan loh. Saya juga bangga kok datang sebagai Ketua DPR kemana-mana”.
Apresiasi lain saya kepada Mbak Puan. Harus diakui, Mbak Puan adalah satu-satunya politisi perempuan yang punya prestasi kerja mentereng. Ini tentu saja berkat dorongan Ibu Megawati sebagai orang tua, dan mungkin juga mentor Mbak Puan. Juga jasa PDIP sebagai partai politik tempat Mbak Puan bernaung.
Banyak sekali hasil kongkrit sebagai bukti kinerja Mbak Puan yang tak dapat saya sebut satu-persatu. Meski punya prestasi selangit, yang saya salut Mbak tak pernah mengeluh soal kompensasi. Misal suka pamer karena sekedar ingin dipilih sebagai capres misalnya. Tidak. Mbak tidak pernah begitu. Mbak adalah politisi wanita yang sangat ikhlas.