Lihat ke Halaman Asli

Zabidi Mutiullah

TERVERIFIKASI

Concern pada soal etika sosial politik

Perlu Waspada, Anies Bisa Di-"Ganjarkan"

Diperbarui: 6 November 2022   08:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan Dan Ganjar Pranowo, Foto Dok. Kompas TV.

Menindak lanjuti pencapresan oleh Nasdem, Anies Baswedan makin rajin turun ke daerah. Kapan hari terlihat di Ponpes Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Lalu pernah juga ke Solo. Padahal baru saja pulang dari Balikpapan. Selanjutnya datang ke Medan Sumatra Utara. Meski semua itu dikatakan kunjungan biasa, tapi nuansa politik kental terlihat. Ya namanya juga seorang kandidat.

Melihat rajinnya pak Anies turun, saya jadi teringat sepak terjang Ganjar Pranowo. Sembilan tahun menjabat Gubernur Jawa Tengah hingga kini, eksposenya keluar sungguh luar biasa massif. Baik dalam rangka dinas, maupun kegiatan pribadi. Yang dinas, terlihat bagaimana Pak Gubernur mengobrak-abrik mafia, kunjungi warga dan sebagainya. Yang pribadi misal olah raga sepedaan, lari, cengkrama bersama istri atau yang lain.

Pendek kata, hampir tak ada satupun kegiatan yang lepas dari tayangan youtube, facebook dan portal berita online. Seakan ingin menunjukkan eksistensi kepada semua orang. Bukan hanya bagi warga Jawa Tengah dimana Pak Gubernur mendapat amanah. Namun sampai pula ke tanah Papua nun jauh di ujung timur sana. Juga kedaerah lain wilayah Indonesia.

Apakah yang demikian dilarang..? Ya bukan itu yang dimaksud. Siapapun orangnya, termasuk pejabat macam Pak Ganjar dipersilahkan main sebar aktifitas. Itu tak mengapa. Hitung-hitung dapat sambutan positif. Istilah kerennya didunia politik, menaikkan elektabilitas. Hingga pada akhirnya mampu manarik minat orang untuk menjatuhkan pilihan, jika suatu saat ditarik jadi kandidat.

Sayang tidak seperti Ganjar. Ekspose aktifitas Anies Baswedan di media, baik di wilayah Jakarta dan sekitarnya maupun keberbagai daerah belakangan ini, bukan sebagai gubernur. Tapi seorang capres. Yang bisa ditebak lebih dekat pada usaha mencari suara. Dan disinilah kekurangannya. Padahal, kalau Pak Anies masih menjabat, kesan mencari suara bisa ditutup oleh alasan menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam rangka dinas.

Tapi biarlah itu jadi urusan Pak Anies. Sekarang, apakah usahanya mampu menambah ceruk suara yang kelak dapat dijadikan modal merebut vox pop publik..? Jawabnya mari kita lihat bersama. Bisa gagal, namun bisa juga berhasil. Kalau gagal, menurut saya tak masalah. Lewat perubahan cara dan kajian ulang, masih bisa dicari strategi lain. Saya kira tim Pak Anies punya kapasitas meramu itu semua.

Tapi kalau sukses, justru ini yang masalah. Mengapa, karena langkah Pak Anies keliling Indonesia, yang kemudian melahirkan kenaikan elektabilitas, terjadi ditengah lompatan terhadap tahapan kontestasi pilpres. Padahal, tahapan tersebut masuk dalam regulasi pencapresan. Intinya, Pak Anies bergerak tanpa menengok kelengkapan syarat. Bagi saya, tindakan Pak Anies ini terlalu kesusu.

Anda masih ingat tulisan saya terdahulu. Bahwa untuk sampai pada momentum menjadi presiden RI, seorang kandidat wajib melewati proses sebagai berikut. Pertama, ada satu atau gabungan parpol yang mencalonkan. Kedua, suaranya cukup minimal 20 persen. Ketiga, daftar ke KPU. Keempat, melakukan kampanye. Kelima, berebut vox pop. Keenam, disahkan oleh KPU sebagai pemenang. Ketujuh, baru dilantik.

Sementara Pak Anies, meski aktif menjaring suara, tapi lupa tahap kedua. Yakni suara 20 persen. Kalau hingga batas akhir tetap begitu, Anies sebagai capres dipastikan tak bisa ikut pilpres 2024. Sebaliknya, Nasdem selaku pengusung, tentu akan kena ciprat. Upayanya mendapat efek ekor jas bisa sirna. Karena Nasdem hanya sebagai penonton. Kecuali dompleng pada koalisi lain.

Kondisi diatas, persis sama dengan apa yang dialami oleh Ganjar Pranowo, tapi beda yang dilupakan. Diakui, Ganjar memang punya elektabilitas tinggi, selalu nangkring dipuncak klasemen, bahkan belakangan makin tinggi. Namun Ganjar terancam tak bisa jadi kandidat. Kalau Anies lupa tahap kedua, maka Ganjar lalai pada yang pertama. Yaitu adanya parpol pengusung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline