Kalau koalisi jalan semua, maka kemungkinan akan ada empat pasangan capres-cawapres. Pertama, yang diajukan oleh Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB. Kedua, oleh Koalisi Indonesia Raya/KIR. Ketiga, oleh gabungan Nasdem Demokrat PKS. Keempat, kadidat dari PDIP. Dari keempatnya, yang mendekati final cuma KIR.
Mengapa, karena KIR yang merupakan pertemanan antara Gerindra PKB relatif tak menemui kendala. Suaranya cukup sesuai presidential threshold atau PT. Dan kandidat yang akan diusung sebagai pasangan, sudah tersedia. PT dari PDIP memang memenuhi syarat. Cuma masih kesulitan kandidat. Sementara untuk gabungan Nasdem Demokrat PKS, sama sekali belum ada titik terang. Baik soal PT, terlebih pasangan calon.
Yang sedikit bisa bernafas lega adalah KIB. Koalisi yang terdiri dari PPP, PAN dan Golkar ini PT-nya cukup. Tinggal cari pasangan saja. Jika tak ada aral melintang, KIB dipastikan bisa ikut tarung berebut vox pop publik. Kalau KIB tepat tentukan kandidat, maka KIR, PDIP dan gabungan Nasdem, Demokrat, PKS bisa keok. Kabarnya, KIB lagi menggadang-gadang paket Ganjar-Erlangga.
Lepas dari itu, jalan panjang menuju pilpres 2024 bagi KIR dan KIB tinggal menguatkan saja. Ini yang justru masih berkutat pada persoalan internal dan tak kunjung beres, adalah rencana koalisi Nasdem Demokrat PKS dan kondisi PDIP. Dalam pandangan saya, masalah internal dipicu oleh ego keduanya. Nasdem Demokrat PKS ego cawapres. Sedang PDIP ego capres.
Ya benar. Meski Nasdem sudah memutuskan Anies Baswedan sebagai capres, tapi perkembangan terkini justru ada tarik menarik soal cawapres. Disarikan dari Kompas.com 19/10/2022, Demokrat ajukan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Sementara PKS, dorong Ahmad Heryawan. Nasdem jadi kebingungan. Karena cawapres yang di inginkan, tidak berasal dari internal partai koalisi, baik itu Demokrat maupun PKS.
Di lain organisasi politik, PDIP juga mengalami dilema yang sama dengan Nasdem. Meski beda obyek. Partai yang katanya milik wong cilik ini lagi tarik menarik soal figus capres. Masyarakat bawah ingin Ganjar Pranowo. Yang di representasikan dari hasil survei. Sementara para elit PDIP, cenderung memajukan Putri Mahkota Puan Maharani.
Kapan selesainya polemik soal cawapres Anies dan capres PDIP mari kita lihat perkembangan berikutnya. Cuma, kalau ditilik masalahnya hingga sampai pada penentuan kandidat oleh KPU, yang menimpa PDIP relatif lebih mudah. Cukup putuskan kandidat, siapapun itu, selesai sudah. Partai yang cikal-bakalnya berasal dari PNI ini, bisa melenggang kangkung mendaftarkan paket pasangan kandidat.
Namun tidak demikian dengan Nasdem. Masalah yang menimpanya agak pelik. Tidak seperti PDIP, Nasdem dibelit oleh dua persoalan sekaligus, yang bagai makan buah simalakama. Dimakan ayah mati. Tidak dimakan ibu yang mati. Ibaratnya, ambil cawapres AHY, PKS bakal mutung. Tentukan Ahmad Heryawan atau AH, Demokrat bisa ngambek. Pusing jadinya kan. Padahal, keberadaan Demokrat dan PKS sangat urgen bagi Nasdem dan pencapresan Anies.
Anda tahu, kalau mengacu pada regulasi tentang pasangan kandidat yang bisa bertarung di pilpres hingga nanti dilantik sebagai presiden-wakil presiden , setidaknya ada lima komponen dasar yang harus bisa dipenuhi. Yaitu, ada parpol pengusung, suaranya cukup mencapai minimal 20 persen, mendaftar ke KPU, bertarung merebut vox pop dan menang pemilihan.
Fakta yang hingga kini tak dapat dibantah, suara Nasdem sangat tidak cukup kalau berangkat sendiri. Maka agar Anies bisa ikut bersaing lawan kandidat dari KIB, KIR atau PDIP jika sudah punya keputusan, mau tak mau Nasdem terlebih dulu harus mencari kawan hingga cukup 20 persen. Baru kemudian bisa mendaftar lalu ikut bertarung. Untuk kemudian, jika beruntung, menang pilpres.