Lagi heboh soal perhimpunan filantropi keagamaan. Namanya Aksi Cepat Tanggap. Disingkat ACT. Berdiri pada 21 April 2005. Lembaga ini bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Pilihan kegiatan berupa bantuan saat/pasca bencana, tanggap darurat, pemberdayaan ekonomi dan pengembangan masyarakat. Ada juga program berbasis agama seperti zakat, wakaf, kurban dan sebagainya. Dana yang dihimpun berasal dari sumbangan perorangan atau badan usaha. Agar program ACT diketahui publik dan banyak menjaring donator, lembaga ini gencar melakukan promosi lewat berbagai media.
Disarikan dari Kompas.com - 04/07/2022, ACT membentuk jaringan dalam negeri berupa kantor cabang di 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota. Pada 2012, ACT menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global yang mampu menjangkau 22 negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Tidak hanya sebagai lembaga donasi atau amal, ACT juga melakukan edukasi bersama dan membangun jaringan kemitraan global.
Dana yang dikelola ACT sangat besar. Sebagaimana dilaporkan Majalah tempo, pada tahun 2020 saja, setidaknya mencapai Rp. 462 milyard. Bandingkan dengan lembaga lain macam Dompet Duafa dan Rumah Zakat. Pada medio tahun yang sama, masing-masing menghimpun dana sebesar Rp. 375 milyard dan Rp.224 milyard.
Ironisnya, sekarang ACT diterpa isu tak sedap. Bertujuan membantu masyarakat lemah, para pejabat ACT justru disinyalir foya-foya. Menggunakan dana sumbangan untuk memperkaya diri. Juga sikap bermewah-mewah.
Dalam laporan yang sama oleh Majalah Tempo, para petinggi ACT tertulis menerima gaji fantastis. Seorang mantan Ketua Dewan Pembina bernama Ahyudin digaji sebesar Rp. 250 juta per bulan. Pejabat dibawah Ahyudin, sekelas Senior Vice Presiden Rp. 150 juta. Vice Presiden Rp. Rp. 80 juta. Untuk level Direktur Eksekutif Rp. 50 juta. Sedang untuk Direktur Rp. 30 juta per bulan.
Tak hanya gaji fantastis. Para pejabat ACT juga menerima fasilitas mewah. Level pejabat tinggi diberi mobil operasional Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero Sport dan Honda CR-V. Pejabat dibawahnya hingga level Vice Presiden naik Pajero Sport. Lalu untuk Direktur Eksekutif dan Direktur, masing-masing naik Toyota Innova dan Avanza.
Namun demikian, manusia memang tak selalu merasa puas. Besaran gaji fantastis dan sederet fasilitas ternyata tidak mampu menghentikan rasa ketertarikan atas harta benda. Catatan laporan keuangan PT Hydro Perdana Retailindo sepanjang 2018-2019 menunjukkan ada saluran dana untuk Ahyudin dan keluarganya. Sebelumnya perlu diketahui, PT Hydro Perdana Retailindo merupakan badan usaha yang mengelola Sodaqo Mart. Sebelum aktanya dirubah pada 5 Juni 2020, PT ini pernah berada dibawah naungan ACT.
Majalah Tempo mengurai, pada 13 dan 18 November 2018, Hydro mentransfer Rp 230 juta untuk uang muka pembelian rumah keluarga Ahyudin di Cianjur, Jawa Barat, dan Rp 31,75 juta untuk biaya notaris. Hingga Mei 2019, tercatat enam kali pembayaran cicilan rumah itu dengan nilai Rp 275 juta. Hydro juga membayar cicilan pembelian rumah di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, yang diduga untuk istri ketiga Ahyudin. Sejak 31 Januari hingga Oktober 2019, tercatat ada sepuluh kali transfer dengan nilai Rp 2,86 miliar.
Dari rekening Hydro juga mengalir duit untuk pembelian perabot rumah Ahyudin di Cireundeu, Ciputat, Tangerang Selatan. Tertulis di catatan keuangan ada empat kali transfer senilai Rp 634,5 juta. Antara lain, untuk pembelian 10 unit penyejuk udara (AC) seharga Rp. 42,675 juta, pemanas air Rp 26,5 juta, lemari pakaian dan perangkat dapur Rp 54,25 juta, gorden Rp 23,45 juta, serta lampu gantung seharga Rp 4 juta.
Tempo juga mendapatkan dokumen yang menunjukkan bahwa, selain dari ACT sendiri, Ahyudin mendapat gaji dari PT Hydro senilai Rp 50 juta per bulan. Duit dari Hydro diduga juga diterima oleh seorang istri dan anak Ahyudin, masing-masing senilai Rp 25 juta.