Di Bondowoso, sebuah Kota Kecil di ujung timur Provinsi Jatim, sedang ramai diperbincangkan tentang Neng Ufa. Seorang politisi dari PPP. Saat ini duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten periode 2019-2024. Neng Ufa juga merupakan putri Bupati saat ini. Yakni KH. Salwa Arifin. Neng Ufa adalah nama panggilan. Sedang nama lengkapnya adalah Hj. Siti Masyarafatul Manna Wassalwa, M.Pd.
Wanita cantik dan masih muda ini jadi perbincangan hangat, lantaran saat dicalonkan oleh Fraksi PPP menjadi anggota Badan Kehormatan Dewan/BK DPRD Bondowoso periode 2022-2024, hanya mendapat satu suara. Padahal, sebagaimana diberitakan media online lokal Kuasa Rakyat.com 12 Mei 2022, anggota Fraksi PPP berjumlah 6 suara. Akibatnya, Neng Ufa gagal masuk anggota BK.
Jika melihat background politik, fakta soal kekalahan Neng Ufa dalam pemilihan anggota BK, sulit diterima oleh nalar. Bagaimana tidak, Neng Ufa dilingkari oleh sederet lebel mentereng yang sangat punya power. Terutama kekuatan sang ayah. Yakni Bupati KH. Salwa Arifin. Sekedar diketahui, bahwa selain sebagai Bupati, Kyai Salwa saat ini juga menjabat sebagai Ketua DPC PPP Kabupaten Bondowoso.
Diakui atau tidak, faktor paternalistik masih kuat mempengaruhi peta politik di daerah semacam Bondowoso. Termasuk juga di PPP. Artinya, adanya keputusan yang datang dari seorang Ketua Partai macam Kyai Salwa, sangat-sangat mungkin terjadi. Masak keputusan beliau yang seorang ulama terkemuka bisa dipatahkan oleh pengurus dan anggota Fraksi..? Rasanya mustahil.
Soal pencalonan Neng Ufa di BK juga perlu dilihat dari sudut pandang tersebut. Apakah keputusan pencalonan itu sudah mendapat restu atau dukungan dari Ketua Partai yakni Kyai Salwa..? Kalau benar, maka kekalahan Neng Ufa merupakan sinyal kurang baik bagi wibawa Kyai Salwa. Baik selaku Ketua Partai maupun sebagai Bupati. Ini semacam tanda, bahwa dimata anggota fraksi, wibawa beliau mengalami penurunan.
Jika sebaliknya, yaitu tidak ada dukungan dari beliau, maka sinyal negatif perlu ditujukan kepada para pengurus dan anggota fraksi. Bisa jadi, ada insubordinasi didalamnya. Semacam perlawanan. Fraksi tidak lagi mengindahkan keputusan partai. Karena mencalonkan kader yang tidak ada restu dari Ketua.
Padahal, baik secara structural maupun garis koordinasi, keputusan fraksi harus linier dengan kehendak partai, yang dalam konteks paternalisitik bergantung pada keputusan seorang ketua. Jadi, keputusan fraksi tidak bisa berseberangan dengan ketua.
Yang juga menjadi pertanyaan adalah : seriuskah fraksi PPP mencalonkan Neng Ufa di BK..? Jika memang serius, maka ada yang salah dengan kondisi internal Fraksi. Namun, jika hanya sekedar lelucon, maka fraksi telah melakukan candaan yang terlalu naif. Karena memilih gurauan politik yang ongkosnya terlalu besar.
Setiap pencalonan politik, dipastikan butuh lobby. Satu kelompok, besar sekalipun apalagi hanya sebagai minoritas, mutlak memerlukan kelompok lain. Untuk sukses mengejar target menang, tidak bisa bersikap arogan. Semata mengandalkan kekuatan diri sendiri. Ini sebagaimana filsafat tiongkok : "seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh masih terlalu banyak".
Yang juga tidak bisa dilupakan adalah soal strategi. Pilihan yang tepat, jitu dan akurat adalah kunci pokok dalam pertarungan politik. Jangan main-main dengan pilihan strategi. Alih-alih bisa menang, salah pilih, bisa jadi senjata makan tuan. Ibarat pencak silat, siap-siap menyerang lawan secara frontal, namun karena salah pilih jurus, akhirnya jatuh tersandung kaki sendiri.