Lihat ke Halaman Asli

Andai Aku Presiden RI Episode 73 – “Angkatan Bersenjata (Part 1)”

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari ini aku akan menjadi inspektur upacara Hari Angkatan Bersenjata. Wah.. membanggakan sekali secara aku tak pernah mengenyam pendidikan militer sama sekali. Aku memang presiden dari sipil. Aku tak pernah punya karier di militer. Tak pernah mengikuti aktifitas militer. Apalagi menjalani aktifitas fisik yang sedemikian ketatnya seperti di lingkungan militer. Dengan kedisiplinan tinggi dan loyalitas super. Jelas aku belum pernah merasakannya.

Pendidikan kedisiplinan terakhir yang pernah kuikuti adalah ketika mengikuti Pramuka waktu sekolah SMP. Aku ingat sekali ketika itu bahwa disiplin amatlah sulit bagiku. Lupa memakai kaus kaki, sudah dihukum disuruh push up. Lupa memasang nama di baju, dihukum lompat katak. Lupa ini, dihukum. Lupa itu, dihukum. Dan aku sering mendapatkan hukuman karena ketidakdisiplinanku. Anehnya, (waktu itu) aku juga sering lupa memakai celana dalam. Yang satu ini, tak pernah ada hukuman. Ya karena pasti kakak ketua regu Pramuka tak mungkin mengecek satu persatu apakah anggota regunya memakai celana dalam apa tidak.

**

Tapi hari ini, aku justru akan melakukan inspeksi kepada pasukan. Aku akan berdiri di atas mobil bak terbuka dengan pengawal, memakai seragam militer, dan aku melakukan pemeriksaan terhadap pasukan. Filosofinya, mengecek kedisiplinan dan loyalitas. Hebat, kan??

Terbayang betapa gagahnya aku karena aku seperti Jenderal. Bahkan lebih dari itu soalnya aku adalah presidennya para Jenderal. Jenderal Angkatan Bersenjata adalah anak buahku.

Hidup presiden jenderal!!

**

Dasar memang aku ini presiden yang agak edan. Aku mengusulkan agar ada acara tambahan setelah upacara hari angkatan bersenjata.

”Acara tambahan apa, Mr. President? Kok Anda ini minta yang aneh-aneh..?” tanya Ontoseno kepadaku.

”Hmm.. begini Ontoseno. Aku ingin acara dialog dengan prajurit dari strata yang bawah-bawah itu..” jawabku.

”Weit.. mana ada prajurit dari strata bawah, Mr. President?? Semua prajurit itu sama..”

”Ah.. tidak benar. Ada yang krucuk. Jika terjadi perang.. mereka akan dikirim duluan ke baris depan. Prajurit pimpinan alias jenderalnya.. cukup di belakang saja.. ”

”Wah.. aneh sekali..”

”Yup. Aku ingin berdialog dengan para kopral, para tentara yang baru lulus pendidikan dan prajurit yang pangkatnya paling rendah juga harus ikut..”

”Lho.. bukannya lebih baik dialog dengan Panglima Angkatan bersenjata.. atau semua jenderal angkatan bersenjata..”

”Ah.. itu malah lebih mudah kulakukan.. Tapi dialog dengan prajurit krucuk-krucuk ini.. malah jarang ada kesempatan..”

Ontoseno hanya manggut-manggut saja.

**

Setelah acara upacara, perwakilan dari prajurit-prajurit krucuk ini lekas menempati ruang auditorium, tempat yang kurencanakan untuk berdialog dengan mereka. Kulihat, mereka gagah-gagah, masih muda dan sepertinya memang akan menjadi martir pertempuran di garis depan jika perang memang terpaksa harus dimulai. Perang dengan siapa?? Entahlah.

Salah satu dari mereka telah memberikan komando untuk duduk dengan tertib dan khidmat. Kemudian dia mendatangiku, memberi hormat dan berteriak,”Lapor, dialog siap dilaksanakan..”

Aku balas berdiri dan hanya mengangguk saja.

”Lanjutkan..” kataku balik.

Suasana yang beraroma militer sekali. Aku tak begitu suka.

**

”Begini mas-mas prajurit. Kita hidupkan suasana santai saja. Saya ini memang presiden republik ini. Tapi Anda semua tak perlu sungkan-sungkan.. santai sajalah..” aku membuka dialog.

Mereka mulai cengar-cengir.

”Bagi saya, kejujuran adalah hal yang utama dalam hidup. Dalam dialog ini saya juga ingin ada kejujuran dari sampean semua. Tak usah bingung jika nanti mengecewakan atasannya.. atau takut pada atasan.. tidak usah. Jujur saja. Kita bicara dari hati ke hati. Jadi tak usah memakai atribut militer..” tambahku.

Aku mulai berdiri dan melihat ke arah prajurit-prajurit itu. Ada satu yang menarik perhatianku dan kuperintahkan untuk maju ke depan.

**

”Kalau melihat seragam sampean ini.. sampean dari Angkatan Udara sepertinya..” aku mencoba menebak.

”Betul, Mr. President. Saya prajurit krucuk dari angkatan udara..” jawabnya. Dia menyebut kata ’krucuk’.

”Hahaha.. krucuk?? Saya tak menyebut begitu lho.. Anda sendiri yang menyebutkan tadi..” aku tertawa saja.

”Iya Mr. President. Habis, gimana lagi. Wong memang krucuk. Tingkat bawah.. hehehe..”

”Nah.. begitu.. sudah akrab kita..”

Semua prajurit tertawa.

**

”Saya ini kan presiden tapi bukan dari militer. Jadi tidak tahu sama sekali apa pekerjaan sampean ini. Sampean ini tugasnya di mana?” tanyaku kepada prajurit wakil dari angkatan udara.

”Saya di kesatuan bagian logistik angkatan udara, Mr. President.” jawab prajurit itu. Sebuah jawaban yang aneh. Maklum, mungkin memang pengetahuanku mengenai militer tak ada sama sekali.

”Kesatuan bagian logistik??”

”Iya, Mr. President. Tugasnya.. membawa logistik angkatan udara..”

”Memakai pesawat?”

”Iya..”

”Pesawatnya apa?”

”Hercules, Mr. President...”

”Woo.. ya ya..”

Jadi prajurit ini adalah anggota bagian logistik angkatan udara dengan pesawat hercules, itu pemahamanku.

**

”Gimana menurut sampean.. jadi bagian logistik dengan pesawat hercules.. kira-kira enjoy nggak nich..?” aku mulai menelisik.

”Yaa.. enjoy sekali Mr. President..” prajurit itu tersenyum lepas.

“Wah wah.. kok kelihatannya asyik sekali Anda ini..”

”Iya Mr. President..”

”Tadi sampean-sampean ini sudah siap untuk jujur semua.. jadi saya mau tanya nich. Apanya kok asyik jika menjadi bagian logistik angkatan udara dengan pesawat hercules??”

”Mm.. karena saya juga semacam menjadi agen penumpang gitu, Mr. President.. jadi ada penghasilan tambahan..”

”Lhoh.. agen penumpang?? Kok bisa begitu?”

”Ya kan.. ada orang-orang yang sudah punya chanel sama kami.. dan mereka ikut numpang hercules.. dan bayar ke saya.. haha.. kan saya dapat income tambahan, kan?”

”Numpang hercules??”

”Iya Mr. President. Mereka bayarnya murah saja. Tak seperti kalau naik Garuda yang tiketnya selangit itu.. hahaha.. meskipun duduknya ada yang lesehan saja.. di dalam pesawat..”

”Wah wah.. itu namanya menyalahi aturan.. tidak boleh itu.. wong pesawat untuk ngangkut logistik kok sampean komersilkan..”

”Lha.. tadi katanya Mr. President menyuruh saya jujur.. gimana sih..? ya saya jawab apa adanya, kan?”

”Eh.. iya ya.. Ya sudah.. gak papa..”

”Tapi.. jangan bilang siapa-siapa lho Mr. President..”

”Tidak.. saya juga sudah janji dalam hati takkan bilang pada siapa-siapa..”

BERSAMBUNG..

[ salam hercules ]

Catatan Penulis :

Aku suka sama kalimat ”Menulislah, maka kamu ada.” Konon, kalimat itu adalah salah satu kalimat ajaib yang diajarkan di Blogshop Kompasiana di Jogja.

Wahahaha.. kalimat itu memang untuk siapa saja, kawan. Jauh-jauh waktu, saya sudah mendengar kalimat itu karena dari kalimat itu, tersirat sebuah ’eksistensi’. Jadi, sejauh mana eksistensimu, ya itu diukur oleh sejauh mana kamu telah menuliskan ide dan pikiranmu. Tidak peduli siapa dirimu. Tidak peduli apakah kamu seorang gembel di jalanan, tidak peduli apakah kamu seorang narsis yang keterlaluan, dan tak peduli apakah kamu seorang mabuk kepayang yang idiot.

Tapi jika tulisanmu ada, maka disitulah eksistensimu.

Salam kompasiana..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline