Lihat ke Halaman Asli

Yayuk Sulistiyowati M.V.

TERVERIFIKASI

Pembalap Baru

Tren Kafe Pinggir Jalan, Sebuah Konsep Ngopi di Warkop Milenial

Diperbarui: 29 Mei 2024   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warkop Djayantie - Jl. Hasanudin Malang (Dokumentasi pribadi 2024)

Sejak zaman kolonial Belanda, budaya minum kopi di Indonesia sudah berkembang. Pada awalnya kebiasaan minum kopi dilakukan orang-orang Belanda melalui program tanam paksa. Seiring berjalannya waktu, budaya “ngopi” menjadi kebiasaan masyarakat pribumi.

Kebiasaan nongkrong di warung kopi yang biasa disingkat dengan warkop pun menjadi sebuah budaya yang melekat dalam masyarakat Indonesia. Warung kopi menjadi pusat interaksi sosial dan berkumpulnya berbagai kalangan, baik kelompok komunitas sosial maupun keluarga.

Toko Kopi Fajar Baru - Jl. Hasanudin Malang (Dokumentasi pribadi Mei 2024)

Warung kopi, kedai kopi atau yang lebih kekinian kita sebut kafe menjadi tempat nyaman untuk bertemu dan berinteraksi. Berbagai konsep menarik diaplikasikan demi menjadi pusat perhatian konsumen.

Kini, di era milenial beragam konsep baru meraja di berbagai kota di Indonesia antara lain seperti dalam tulisan saya sebelumnya tentang tren kafe pinggir kali (sungai) dan kafe pinggir rel kereta api yang menjamur dan menjadi pilihan untuk “ngopi” ala milenial.

Di tangan kaum muda milenial, warung kopi menjadi naik tingkat. Jika sebelumnya kita merasa cukup menikmati kopi di warkop atau warteg, kini kita dapat menikmati kopi plus merasakan vibes yang berbeda.

Kafe Pinggir Jalan atau “Street Cafe”

Sesuai dengan namanya, kafe yang digemari kaum milenial ini mengambil lokasi di pinggir-pinggir jalan. 

Pinggir jalan yang dimaksud bukan di pinggir jalan raya, melainkan di pinggir-pinggir jalanan menuju sebuah komplek perumahan atau perkampungan atau di gang-gang besar sebelah kantor, sekolah, atau pasar.

Para penikmat kopi duduk di bangku-bangku plastik atau krat tempat botol minuman berukuran kecil di sepanjang jalan di area kedai atau kafe. Kafenya sendiri cukup menempati ruang yang tidak terlalu besar yang cukup sebagai tempat menyiapkan dan memroses pesanan.

Dengan konsep sederhana dan dengan harga terjangkau, kafe pinggir jalan ini tak pernah sepi pengunjung bahkan hingga 24 jam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline