Jalan-jalan ke luar kota dengan moda transportasi kereta api selalu istimewa dan mengasyikkan bagi saya. Selain tak terimbas macet, tiba di tempat tujuan tepat waktu, deru suara pergesekan roda dan relnya membawa sensasi tersendiri buat saya.
Meskipun beberapa kawan sering berkomentar bahwa naik kereta api itu monoton dan membosankan, saya tersenyum saja. Saya tetap lebih suka naik si ular besi itu.
Sebagai Arema (Arek Malang), saya selalu berangkat dari Stasiun Malang (ML) menuju ke kota-kota yang hendak saya kunjungi. Jarak stasiun dari rumah saya tak sampai 2 kilometer. Perjalanan dengan motor cukup 5 menit sudah sampai.
Stasiun yang sarat dengan sejarah kolonial Belanda ini berdiri kokoh di tempat yang sangat strategis. Dekat dengan Balai kota dan Alun-Alun Tugu kota Malang.
Beroperasinya kereta api di kota Malang pada tahun 1879 membawa kota ini berkembang dengan pesat dan signifikan. Berbagai kebutuhan masyarakat semakin meningkat terutama ruang gerak dalam melakukan berbagai kegiatan mengakibatkan perubahan tata guna tanah dan daerah.
Herman Thomas Karsten, seorang Arsitek, mempunyai andil sangat besar dalam menata ruang kota Malang. Pada tahun 1929, arsitek kelahiran Amsterdam tahun 1884 ini diangkat menjadi penasihat perencanaan Kota Malang.
Arsitek Karsten terlibat aktif dalam rencana pengembangan kota yang disebut Bouwplan I-VIII. Bowplan ini berisi persiapan dan antisipasi perkembangan tata ruang kota hingga 25 tahun ke depan. Ijen Boulevard yang menjadi salah satu landmark heritage Kota Malang merupakan salah satu dari karya besar Karsten.
Stasiun Malang Perdana
Tak banyak yang tahu sejarah dan cikal bakal hadirnya stasiun di kota Malang. Saya mencoba mengulik sebuah artikel guru saya Tjahjana Indra Kusuma yang menjabarkan tentang sejarah stasiun Kota Malang yang perdana (facebook-8|10|2022).