Membahas bau badan saya teringat ketika saya baru lulus SMK, kurang lebih sudah seperempat abad yang silam. Selepas dari SMK saya memutuskan untuk bekerja, tidak kuliah dulu. Rasanya memang beda ketika kita sudah punya penghasilan sendiri. Saya enggan untuk kuliah, meskipun pada waktu itu sudah diterima D1 Komputer di sebuah perguruan tinggi negeri di kota saya.
Pada waktu itu saya bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang usaha aksesoris yang mempunyai konter di beberapa mall atau supermarket dan juga beberapa cabang di Malang, Jember dan Surabaya.
Tahun pertama saya bekerja sebagai pramuniaga di salah satu konter. Sebagai pramuniaga saya dituntut untuk berpenampilan menarik, sopan dan selalu tampak bersih karena selalu bertatap muka secara langsung dalam melayani pelanggan.
Satu tahun berlalu, saya pindah ke kantor pusat dan menjadi supervisor. Tugas saya tidak hanya di kantor, melainkan berkeliling ke konter-konter yang dipercayakan pada saya. Saya mengecek barang yang ada di konter, menambah dan me-retur, dan melakukan stock opname di akhir bulan.
Selain itu saya juga bertugas membimbing anak buah saya untuk berpenampilan menarik dan melayani pelanggan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan perusahaan.
Suatu ketika ada karyawati baru di konter yang di bawah pengawasan saya. Masih baru lulus SMA dan polos sekali. Namanya Marni (bukan nama sebenarnya), rambutnya hitam lurus panjang dan wajahnya sangat manis.
Marni sangat rajin dan rapi dalam menjalankan pekerjaannya, hanya satu hal, Marni mempunyai masalah dengan bau badan, dan parahnya sudah sangat menggangu teman-teman konter sekitarnya. Beberapa kali saya menjadi tempat curhat teman-teman konter sebelah dan yang menjadi masalah sangat penting adalah ketika Marni harus melayani pelanggan dengan kondisi yang seperti itu.
Wah, saya juga akhirnya berpikir keras menyelesaikan ini tanpa menimbulkan masalah. Bagaimanapun ini merupakan hal yang sangat berpengaruh pada keberlangsungan konter kami.