Oleh. Muhammad Eko Purwanto
Beberapa waktu lalu, dilaksanakan kegiatan Perkemahan Sabtu-Minggu (Perjusa) pada 1-2 September 2023 di Bumi Perkemahan Wana Wisata Indah, Gunung Pancar, yang diselenggarakan oleh Gugus Depan SD Islam Al Azhar 6 Jakapermai. Pada kegiatan tersebut, saya mendapat tugas untuk mewakili Pengurus YW Al Muhajirien Jakapermai untuk memberikan sambutan. Sebelum acara pembukaan berlangsung, saya sempat berdiskusi dengan Pembina Pramuka, Kak Budi Saktiono, M.Pd, yang juga sekalu Kepala Sekolah SD Islam Al Azhar 6 Jakapermai.
SD Islam Al Azhar 6 Jakapermai, merupakan Sekolah Islam Al Azhar yang di kelola oleh YW Al Muhajirien Jakapermai. Selain SD Islam Al Azhar 6 Jakapermai, YW Al Muhajirien Jakapermai juga mengelola 9 (sembilan) sekolah-sekolah Islam Al Azhar lainnya, mulai dari KB-TK sampai dengan SMA, yang tersebar di tiga wilayah, yakni : wilayah Jakapermai, Kemang Pratama dan Grand Wisata. Diskusi yang saya bangun adalah tentang bagaimana mengelola kegiatan-kegiatan kepramukaan yang disinergikan dengan kegiatan pendidikan formal, sementara undang-undang dan peraturan yang mengikutinya berbeda.
Sinergitas antara Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Kepramukaan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan moral kepribadian generasi muda di Indonesia. Keberadaan kedua undang-undang tersebut saling melengkapi dalam pembentukan kepribadian peserta didik yang berkualitas.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 3, berbunyi: "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Selanjutnya, dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Kepramukaan, pada pasal 4, berbunyi "Gerakan Pramuka bertujuan membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup."
Sinergitas antara kedua undang-undang ini terlihat dalam beberapa aspek. Pertama, kedua undang-undang mendorong adanya pendidikan karakter yang holistik dan komprehensif. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional menegaskan perlunya pembentukan karakter yang berlandaskan pada nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa, sedangkan Undang-undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Kepramukaan menekankan pentingnya pendidikan karakter melalui kegiatan kepramukaan. Kedua undang-undang ini saling mendukung dalam pendidikan karakter yang mencakup aspek spiritual, moral, sosial, dan kepemimpinan.
Kedua, sinergitas ini terlihat dalam pembentukan jiwa kepemimpinan. Pendidikan kepemimpinan yang terdapat dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Kepramukaan dapat memperkuat aspek kepemimpinan yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kedua undang-undang ini berperan dalam membentuk pemimpin masa depan yang memiliki integritas, keberanian mengambil keputusan, dan kemampuan mengelola tim.
Sinergitas ini juga terlihat dalam pengembangan kemandirian dan kecakapan hidup. Melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Kepramukaan, peserta didik akan dilatih untuk mandiri, bergotong-royong, dan memiliki kecakapan hidup. Hal ini juga sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengharapkan peserta didik menjadi mandiri dan memiliki kecakapan untuk menghadapi kehidupan sehari-hari.