Oleh. Muhammad Eko Purwanto
Tulisan saya sebelumnya yang berjudul, Mengenal Dimensi Kesadaran : Menyadari Kebersatuan ?! Saya mengulas bahwa kesadaran immersif adalah kemampuan untuk sepenuhnya hadir dalam momen kita saat ini. Saat kita berjalan di alam, kita merasakan kelembutan dan keindahannya. Saat kita makan makanan lezat, kita benar-benar menghargai setiap rasa yang memenuhi lidah kita. Saat kita berbicara dengan seseorang, kita mempersembahkan perhatian penuh kita dan mendengarkan dengan sepenuh hati.
Dari kesadaran Immersif tersebut, kemudian kita meningkatkan level kesadaran kita menjadi, Kesadaran Holistik-Kosmik. Kata "holistik" berasal dari bahasa Yunani kuno "holos" yang berarti "keseluruhan" atau "seluruh". Jadi, kesadaran holistik adalah sebuah konsep yang menekankan pemahaman tentang bahwa individu sebagai entitas yang kompleks dan saling terkait dengan lingkungan sekitarnya. Ini berarti bahwa pemahaman dan pengalaman seseorang tidak hanya terbatas pada aspek fisik atau mental saja, tetapi juga mencakup dimensi emosional, spiritual, sosial, dan lingkungan.
Kontribusi Filosof
Filosof Muslim pertama yang mengemukakan konsep kesadaran holistik-kosmik adalah Ibn Sina, dikenal juga sebagai Avicenna. Ibn Sina adalah seorang filsuf dan cendekiawan Muslim terkenal yang hidup pada abad ke-10 hingga ke-11 Masehi.
Ibn Sina meyakini bahwa kesadaran manusia tidak hanya terbatas pada individu, tetapi juga membentang ke seluruh kosmos. Baginya, kesadaran manusia tidak dapat dipisahkan dari kesadaran alam semesta secara keseluruhan. Ia percaya bahwa segala sesuatu dalam alam semesta memiliki kesadaran atau jiwa, dan jiwa manusia adalah bagian dari jiwa kosmik yang lebih besar.
Ibn Sina menyatakan bahwa kesadaran holistik-kosmik ini terwujud dalam manusia melalui akal atau pikiran yang berpuncak pada pemahaman konsep Tuhan secara bijaksana. Menurutnya, dengan menggunakan akal yang baik dan perkembangan spiritual, manusia dapat mencapai kesatuan dengan Tuhan dan alam semesta.
Konsep kesadaran holistik-kosmik Ibn Sina juga berhubungan dengan pemahamannya tentang hierarki pengetahuan. Ia melihat pengetahuan manusia berawal dari pengalaman sensori kemudian berkembang melalui akal budi dan akhirnya mencapai kebijaksanaan yang ilahi yang melebihi pemahaman konvensional.
Bagi Ibn Sina, kesadaran holistik-kosmik adalah kemampuan manusia untuk menyadari adanya keterkaitan yang kompleks antara diri kita, alam semesta, dan Tuhan. Ia berpendapat bahwa manusia sebagai mikrokosmos merefleksikan makrokosmos, dan dengan memahami relasi ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita dan tempat kita dalam tatanan kosmik.
Pemikiran Ibn Sina tentang kesadaran holistik-kosmik menunjukkan kecenderungannya untuk mengintegrasikan filsafat, spiritualitas, dan kosmologi. Ia mengajarkan bahwa kesadaran individu harus melampaui batas-batas diri dan menyatu dengan realitas yang lebih besar. Dalam konsep ini, manusia dihubungkan dengan alam semesta secara keseluruhan dan dengan penciptanya, dan melalui pemahaman ini, manusia dapat mencapai kebahagiaan, kedamaian, dan kesempurnaan.