Lihat ke Halaman Asli

YWAM_JP NEWS

YW Al Muhajirien Jakapermai

Makanan Sebagai Alat Transformasi Kesadaran

Diperbarui: 22 Juli 2023   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Dok. Pribadi (Siswa SMA Islam Al Azhar 4 Kemang Pratama)

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Terinspirasi dari tulisan seorang penggiat lis-menulis, Purwalodra namanya, yang lengkapnya bernama, Wira Dharmadumadi Purwalodra, yang berjudul, "Makanan Sehat Itu, Spiritual ?!" Saya sangat tertarik ketika Purwalodra mengatakan, "makanan yang kita makan, bukan hanya mengisi perut kita, tetapi juga memberi kita energi untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Saat kita menyadari betapa pentingnya makanan bagi kesehatan kita, kita mulai memperlakukan makanan sebagai anugerah yang harus di hargai dan dihormati. Menghargai makanan dengan memilih makanan sehat dan alami, berarti kita memanifestasikan spiritualitas dalam tindakan sehari-hari."

Masya Allah, kata-kata diatas menjadi sangat bermakna ketika saya menyadari, bahwa makanan yang setiap hari terhidang di meja makan kita, ternyata memiliki kontributor yang tak terhingga. Hadirnya sepiring nasi beserta lauk-pauknya di meja makan kita, melibatkan ratusan, ribuan dan bahkan jutaan orang yang berkontribusi untuk sepiring nasi yang kita santap. Dari mulai nasi, yang sebelumnya menjadi beras, pada proses ini sudah berapa ribu orang yang telah menanam padi di sawah, berapa ribu orang yang telah menanam sayuran di kebun, dengan panjangnya rantai distribusi yang dilalui. Dan berapa ribu orang yang membuat peralatan masak dan peralatan makan, seperti: gelas, piring, sendok, dan lain-lain. Singkat kata, makanan yang tersedia di meja makan kita, membutuhkan ribuan, ratusan ribu, dan bahkan jutaan orang yang terlibat di dalamnya.

Jadi, benar kata Purwalodra bahwa menghargai makanan dengan memilih makanan sehat dan alami, merupakan manifestasi kesadaran spiritual kita. Karena itulah, dalam kehidupan sehari-hari, makanan seringkali dianggap sebagai kebutuhan fisik yang harus dipenuhi untuk mengenyangkan perut. Namun, ternyata memakan makanan secara fisik, sama juga memberi makan pada ruh dan jiwa kita. Inilah sebuah proses transformasi kesadaran berlangsung ?!.

Dalam kedudukannya sebagai peneliti, sekaligus selaku penulis lepas kompasian, Purwalodra mengatakan bahwa konsumsi makanan alami yang kaya akan gizi dan halal, membantu menjaga kesehatan jiwa, mental dan fisik kita. Saat tubuh kita dalam keadaan sehat, kita dapat mengalami kehidupan dengan lebih bugar dan memiliki energi yang cukup untuk menjalankan aktivitas yang bernilai ibadah sehari-hari. Kondisi fisik yang optimal juga dapat membantu kita dalam memperkuat hubungan kita dengan alam semesta dan kita memiliki kekuatan yang lebih tinggi melalui peningkatan kesadaran diri. Inilah sebuah proses transformasi kesadaran berlangsung ?!.

Jadi, jelaslah bahwa makanan bukan hanya sekadar sumber energi bagi tubuh kita, tetapi juga memiliki potensi untuk mempengaruhi ruh, jiwa, pikiran, emosi, dan kesadaran kita. Dalam berbagai tradisi spiritual dan filsafat, makanan dikaitkan dengan pengembangan ketajaman jiwa, pikiran, keseimbangan emosi, dan pertumbuhan kesadaran.

Salah satu prinsip yang seringkali dipegang dalam banyak tradisi adalah "kita menjadi apa yang kita makan". Jadi, jika kita makan makanan yang bernutrisi tinggi, segar, alami dan halal, kita cenderung memiliki pikiran yang lebih jernih, emosi yang lebih stabil, dan kesadaran yang lebih terjaga. Sebaliknya, jika kita mengonsumsi makanan yang tidak sehat, olahan, penuh dengan zat-zat kimia, apalagi diperoleh dengan tidak halal, kita mungkin merasa lelah, sulit tidur, stres, depresi, panjang angan-angan, dan pada akhirnya mengurangi ketidak seimbangan secara emosional, seperti: mudah tersinggung, mudah marah dan bete'.

Selain itu, proses mempersiapkan dan memasak makanan juga dapat menjadi suatu bentuk meditasi atau aktivitas ibdadah yang membawa kita ke kondisi kesadaran yang lebih tinggi. Ketika kita dengan perlahan-lahan memilih bahan-bahan segar, membersihkan mereka dengan rasa syukur, dan mengolah makanan dengan kehati-hatian dan cinta, kita menyatukan diri kita dengan proses alami alam semesta. Semangat baru yang sebelumnya mungkin ada di dalam diri kita, bisa bertransformasi menjadi kehadiran penuh perhatian dan kebersamaan dengan saat ini. Dalam hal ini, memasak makanan bukan hanya menciptakan hidangan yang lezat, tetapi juga merupakan ritual ibadah yang akan menguatkan spiritualitas kita, dan tentunya akan membantu kita terhubung dengan diri dan lingkungan sekitar, khususnya terhubung dengan yang Maha Pemberi Rezeki.

Selain itu, dalam beberapa tradisi keagamaan, ada pula praktik puasa yang dianggap dapat membantu seseorang mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Puasa secara harfiah adalah membatasi asupan makanan dan minuman tertentu, tetapi sejatinya adalah membebaskan diri kita dari ketergantungan dan keinginan yang berlebihan. Dengan melibatkan diri dalam puasa yang disiplin dan sadar, kita memiliki kesempatan untuk mengamati dan memahami hubungan kita dengan makanan, serta menghilangkan pola-pola makan yang tidak sehat. Tidak hanya itu, puasa juga dapat memberikan kelonggaran waktu bagi tubuh kita untuk beristirahat dan membersihkan diri dari toksin.

Pada akhirnya, hidup di era modern ini kita dituntut bergerak serba cepat, seringkali kita lupa bahwa makanan tidak hanya sekadar memuaskan kebutuhan fisik saja, tetapi juga bisa menjadi jendela menuju kesadaran yang lebih tinggi. Dengan memakan makanan yang sehat, memasak dengan kesadaran penuh rasa syukur, dan terlibat dalam praktik puasa yang bijaksana, kita dapat merasakan perubahan dalam diri kita sendiri. Kesadaran kita akan terjaga, pikiran semakin cerdas dan emosi kita akan lebih seimbang, dan hubungan kita dengan makanan dan Tuhan, akan menjadi lebih bermakna ?! Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline