Diskusi panjang antara saya dengan si sulung berakhir tanpa kata-kata. Saat itu kami sama-sama menyaksikan sendiri kasus pembunuhan terhadap salah seorang siswa SMA Taruna di Magelang. Padahal pertengahan Maret lalu si sulung sudah didaftarkan di sekolah impiannya tersebut, dan sekarang tinggal menunggu panggilan test. SMA TAruna adalah Sekolah favorit yang sudah diimpikannya semenjak kelas VI SMP. walau saya sebagi ibu sudha memberikan gambaran tidak gampang untuk masuk ke sekolah tersebut. Apalagi kami dari daerah. Namun saya juga tidak ingin memathkan semangt sebelum dia berjuang.
Terjadinya Diskusi panjang terjadi antara ibu dan anak disebabkan karena, sebagai ibu saya mempunyai alasan tersendiri. Saya hanya memilki seorang anak laki-laiki, dan dimasa pertumbuhannya masih dalam level remaja dan memasuki masa pubertas. Dimasa-masa itu saya punya alasan sendiri ingin dekat dengan anak dan ingin melihat sendiri proses tumbuh kembangnya secara langsung. Saya meyakinkan anak-anak nanti kalau mereka sudah memasuki perguruan tinggi saya akan memberikan izin kemanapun mereka akan kuliah. Karena saat itu mereka sudah memasuki usia dewasa, dan bekal hidup sudah cukup rasanya untuk jauh dari orang tua.
Prinsip saya ini berseberangan dengan prinsip orang tua saya dulunya. Karena bagi orang g tua saya dulunya , anak tamat SD sudah harus sekolah jauh-jauh dari orang tua. Tujuannya adalah untuk melatih kemandirian dan belajar hidup di luar zona aman. Rata-rata di kampung saya prinsip orang tua dulunya seperti itu. ada suatu pernyataan yang diyakini oleh orang tua saya dulunya, yaitu" jika sayang dengan anak maka suruhlah dia merantau" , agar anak bisa mandiri dan hidup sukses kelak.
Zaman dulu sekitar tahun 80 an,jauh berbeda dengan zaman sekarang. dulu tingkat kejahatan tidak setinggi sekarang. dulu saya berjalan kaki ke sekolah menempuh jarak yang jauh, orang tua tidak akan khawatir sama sekali. namun saat ini jarak antara sekolah dan rumah 1 km , orang tua mengantar dan menjemput anak-anak mereka. Karena kondisi lingkungan sekarang yang kurang aman. Tindakan kekerasan sama naka dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dari data Komnas HAM anak, tingkat kekerasan pada anak tahun 2014 mencapai 67 kasu dan ditahun 2015 meningkat menjadi 79 kasus. Ini data yang terlaporkan, belum lagi kasu-kasus lain yang tidak terdata.
Kasus Kematian salah seorang siswa SMA Taruna, membuka mata hati kita bahwasanya tindakan kekerasan kepada anak tidak hanya terjadi pada masyarakat ekonomi level bawah, atau pada sekolah-sekolah pinggiran saja. Namun tindak kekerasan juga bisa terjadi pada level masyarakat ekonomi tingkat atas dan di sekolah favorit juga.
Masalah pendidikan di karakter saya tidak ragukan, selama 3 tahun ini saya sudah banyak mempelajarinya. Dan sebanrya dari sisi kekerasan ini tidak terfikir bagi saya sebelumnya. Karena dari banyak freferensi yang saya baca SMA Taruna sangat fokus dengan binaan karakter. Dan info-info dari para alumni juga mengatakan bahwasanya tindakan kekerasan itu tidak ada sebelumnya. Yang ada hanya hukuman-hukumna psuh up dan lari. Dan itu meruakan hal yang biasa.
Seperti yang saya ketahui juga seklah ini juga telah menghasilkan para alumni yang sebagian besar diterima di perguruan tinggi favorit dan bahkan sudah banyak mencetak calon-calon perwira hebat.Salah satunya adalah Agus Yudhoyono dengan seabrek prestasinya sewaktu di SMA Taruna.
Kasus pembunuhan siswa taruna seperti yang diberitakan sekarang adalah kasus yang pertama. Dari kasus ini saya sebagai seorang ibu tidak akan memasang tembok tinggi untuk membatasi kemauan anak saya.
Biarlah waktu yang mentukan, seandainya hasil test menunjukan dia lulus , saya akan hantarkan dia menuju gerbang masa depan. Seandainya tidak lulus ada gerbang masa depan lain yang sudah menunggu.
Orang tua mana yang mau anaknya diantar ke sekolah untuk menuntut ilmu agar menjadi orang suskes, saat pulang jenazahnyalah yang diterima. Saya rasa orang tua manapun tidak akan menerima hal ini.
Semoga kasus ini cepat ditindak lanjuti dan tindakakan kekerasan tidak akan terulang lagi.