Lihat ke Halaman Asli

Yuyun Srimulyati

Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Pelangi yang Pergi: Saat Anabul Menghembuskan Nafas Terakhir

Diperbarui: 23 Oktober 2024   03:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 sumber gambar saat Moza tertidur tuk selamanya/dokpri

Dulu, rumahku tak pernah sepi. Ada suara dengkuran lembut yang menemani setiap pagi, ada tatapan mata bulat yang menantiku pulang dari sekolah, dan ada bulu-bulu halus yang menempel di bajuku. Dia adalah Moza, kucing Persia abu coklat kesayanganku.

Moza bukan sekadar hewan peliharaan. Dia adalah sahabatku, pendengar setia segala keluh kesahku. Saat aku sedih, dia selalu ada di sisiku, mengusap lembut pipiku dengan kepala kecilnya. Bulu lembutnya selalu menarikku untuk mengelusnya.Saat aku senang, dia ikut berjingkrak riang, seolah mengerti kebahagiaanku. Dia sangat pintar, dimana harus buang air besar dan dimana tempat tidurnya.

Dalam kedalaman matanya, aku menemukan galaksi cinta yang tak berujung. Dengkurannya adalah lullaby yang menenangkan jiwa yang gelisah. Kami terikat oleh benang tak kasat mata, sebuah ikatan yang abadi. Dia adalah sinar matahariku di hari-hari kelabu. Memang terdengar sangat berlebihan, tapi saat ikatan batin sudah terpaut kasih sayang pun terikat kuat.

Kami melakukan banyak hal bersama. Aku mengajarinya berbagai trik, seperti duduk, bersalaman, dan bahkan mengambil bola. Moza selalu antusias belajar dan membuatku tak pernah bosan. Kami sering menghabiskan waktu di taman belakang, bermain kejar-kejaran atau sekadar berjemur di bawah sinar matahari.

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Beberapa minggu yang lalu, Moza sakit mendadak. Aku merawatnya dengan penuh kasih sayang, berharap dia segera sembuh. Namun, takdir berkata lain. Moza  pergi meninggalkanku untuk selamanya. Selidik punya selidik rupanya dia menjilat tetesan  cairan  semprotan hama tanaman.  

Saat itu juga, hatiku serasa kelam. Rumah terasa begitu sunyi tanpa suara dengkurannya. Tenda mungil yang selalu terpasang seakan memanggilku untuk melirik bahwa Moza selalu ada di dalamnya. Aku merindukan semua momen indah yang pernah kami lewati. Moza yang lincah selalu bermain-main di kelopak mataku.

Aku tahu, Moza pasti tidak akan pernah kembali. Tapi, kenangan tentangnya akan selalu tersimpan di dalam hatiku. Moza, sahabatku yang baik, terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku. 

#Setiap yang bernyawa pasti akan mengalami mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline