Lihat ke Halaman Asli

Yuyun Srimulyati

Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Cahaya Guru Nusantara: Ketika Hati Berbicara

Diperbarui: 2 September 2024   17:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sang surya belum sepenuhnya menampakkan sinarnya ketika Sri sudah mulai melangkah. Di bawah langit biru ia menyusuri terowongan rel kereta api sisa sejarah penjajahan Belanda sejak 429 tahun silam.  Jalan setapak di pinggir sungai menjadi saksi bisu perjalanannya setiap hari. Gemercik air sungai menjadi latar musik yang syahdu mengiringi langkahnya. Pematang sawah yang terhampar luas. Udara pagi yang sejuk dan kicauan burung menjadi teman setia dalam perjalanannya. Sebagai seorang guru honorer di desa, Sri  paham betul arti pengorbanan. Meski terkadang harus berjuang melawan keterbatasan, ia tetap teguh berdiri membawa secercah cahaya ke pelosok negeri. Setiap langkah yang ia ayun adalah bukti nyata dedikasinya dalam menebar benih-benih generasi bangsa. 

Sungai yang mengalir deras seakan ikut bersaksi atas perjuangannya. Sri sering kali berhenti sejenak di tepi sungai, memandangi air yang tenang. Ia membayangkan masa depan anak-anak didiknya. Ia ingin mereka tumbuh menjadi generasi yang cerdas, berkarakter, dan mampu membawa perubahan bagi desa mereka. Dengan semangat yang membara, Sri terus melangkah. Jalan berlumpur dan terjal tak menyurutkan langkahnya. Sesampainya di sekolah, ia disambut hangat oleh anak-anak didiknya. Senyum mereka adalah hadiah terindah yang tak ternilai harganya. Ia yakin setiap anak adalah sebuah potensi tak terbatas yang hanya perlu dipupuk dan diasah. Sri menyadari bahwa menjadi seorang guru bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang menginspirasi. 

Suatu siang saat jam istirahat, suara hand phone berbunyi, membuat Sri merogoh HP jadul yang dimilikinya. Setelah dilihatnya ternyata pesan dari wali kelas puteranya yang baru duduk di SMA menyatakan bahwa puteranya pingsan. Dalam hati Sri menjerit, "maafkan anakku mungkin sedari pagi kau tak kebagian jatah sarapan karena uang hanya cukup untuk isi bensin karena jarak sekolahmu terlalu jauh".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline