Saat ini telah banyak desa yang berhasil mengolah potensinya sebagai tempat wisata, hingga banyak dikunjungi oleh para wisatawan. Bahkan di Jepara sendiri telah memiliki beberapa rintisan desa wisata yang tersebar di berbagai penjuru dengan berbagai potensi andalannya. Merujuk pada peraturan pemerintah terkait UU Desa No. 6 Tahun 2014 Pasal 78 ayat I tentang Pembangunan Desa, maka potensi desa memang perlu dikembangkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bersama.
Untuk itu, sebagai langkah awal, maka perlu diselenggarakan musyawarah untuk merancang strategi yang bagus, yang tidak melupakan kelestarian alam serta tradisi yang ada. Desa Banjaragung sendiri merupakan desa yang tengah memperkenalkan potensi wisatanya lewat BUMDES. Kearifan lokal dan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk menumbuhkan sendi-sendi ekonomi serta usulan program akselerasi pengembangan ekonomi desa mendorongnya agar digagas wisata desa.
Salah satunya lewat UMKM Batik Sekar Agung yang dikelola BUMDES setempat. Untuk itu kelompok 3 KKN UNISNU mengajak seluruh generasi muda agar peduli pada pengembangan batik tersebut. Kegiatan ini di hadiri oleh 24 peserta yang terdiri dari kelompok sekar agung, siswi MA. Matholiul Ulum, IPPNU, karang taruna, dan pengelola BUMDES.
Acara ini digelar pada Kamis, (4/3/2021) bertempat di di MA. Matholiul Ulum Desa Banjaragung Bangsri. Hadir menyampaikan materi diantaranya diantaranya merupakan dosen UNISNU Jepara yakni Eko Nur Fu’ad selaku DPL, Zainul Arifin serta Fivin Bagus Septiya Pambudi. Melalui pelatihan ini, diharapkan berbagai bekal tentang pengembangan desa wisata bisa di formulasikan menjadi langkah strategis jangka panjang. Mulai dari pengenalan, hingga pendaftaran Hak Kekayaan Intektual (HAKI) berkenaan dengan motif batik.
“Ada yang menarik disini, memiliki batik dengan motif durian. Penguatan hak cipta motif durian yang saat ini dimiliki oleh batik sekar agung, dan pengembangan desain motif durian dengan mengkombinasikan titik, garis, bidang, warna dan tekstur juga perlu di kreasikan,” ungkap Zainul yg juga merupakan pengelola pusat HKI UNISNU. Selain itu, mitra juga diberikan tips pengelolaan yang perlu dilakukan, syarat mendaftarkan motif batik untuk di HKI kan, serta pemberian contoh desain motif yang bisa digunakan mitra untuk referensi membatik cap maupun tulis.
Kegiatan ini dilakukan di dua tempat baik outdoor dan indoor. Menurut Muawanah, salah satu peserta pelatihan mengungkapkan bahwa dirinya pun akhirnya tahu mengenai apa saja yang dibutuhkan dalam pengembangan UMKM batik sebagai penunjang kegiatan desa wisata. “Kami mulai 2 tahun lalu sudah merintis, dan akhirnya dengan pelatihan ini jadi tahu bagaimana kami harus melangkah untuk menjadikan batik salah satu daya tarik di desa ini,” tuturnya. Terkait permasalahan produksi batik di masa pandemi covid-19, yang dihadapi kelompok batik sekar agung. Selama 2 tahun terakhir baru memproduksi 40 pcs pesanan batik yang dipasarkan melalui online serta kelompok PKK saja, tanpa adanya karyawan dan dilakukan sukarela oleh anggota kelompok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H