Lihat ke Halaman Asli

Yutta Sihing Gusti

Mahasiswa Strata I Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta konsentrasi Media dan Jurnalistik

Harga yang Harus Dibayar Negara untuk Kesehatan Perokok

Diperbarui: 3 Juli 2024   01:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan peringatan dampak kesehatan pada bungkus rokok (Sumber: Pontianak.tribunnews.com)

"Merokok Membunuhmu" adalah slogan yang terdengar klise di telinga seorang perokok. Gambar yang menyeramkan dan pesan kematian di setiap bungkus rokok, nyatanya tidak menyurutkan minat perokok untuk terus membakar lintingan tembakau tersebut. Setiap hari mereka akan mengeluarkan biaya untuk memenuhi rasa ketergantungannya. Dengan kesadaran penuh, mereka juga mengetahui dampak rokok yang mungkin merenggut kesehatannya.

Di sisi lain negara merasa bertanggung jawab atas candu seorang perokok. Melarang konsumsi rokok mungkin merupakan tindakan yang kurang bijaksana, karena akan berpengaruh terhadap kesejahteraan pekerja di industri rokok. Negara mengambil pilihan mengurangi jumlah konsumsi rokok dengan setiap tahunnya menaikan tarif cukai rokok. Namun, apakah negara dapat menjamin kesehatan perokok dengan menaikan tarif cukai rokok?

Dalam dinamika ini, pertanyaannya bukan hanya perihal harga yang harus dibayar oleh perokok saja, melainkan tentang harga yang dibayar negara untuk menangani permasalahan tersebut.

Tren Kenaikan Jumlah Perokok

Data aktivitas merokok di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami tren peningkatan. BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat, persentase penduduk berusia 15 tahun keatas yang merokok sebesar 28,62% pada tahun 2023, lebih tinggi 0,36% dari persentase tahun sebelumya (2022) sebesar 28,26%.

Dalam satu dekade terakhir, jumlah perokok dewasa di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 8,8 juta orang. Berdasarkan data yang dilansir Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2021 yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dari 60,3 juta perokok dewasa di tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi 69,1 juta perokok pada 2021.

Laporan  Statista Consumer Insights memprediksi, akan terjadi tren penurunan jumlah perokok di sebagian negara dalam satu dekade mendatang, kecuali Indonesia. Jumlah perokok di Indonesia diproyeksi akan bertambah menjadi 123 juta perokok pada 2030 mendatang.

Tren kenaikan jumlah perokok ini tidak lepas dari tingginya pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas rokok. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, rokok sebagai komoditas pengeluaran rumah tangga terbesar kedua, setelah beras.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia menegaskan, rokok adalah komponen pengeluaran terbesar bagi rumah tangga, baik di perkotaan maupun pedesaan. Rokok mengungguli beberapa komoditas pangan primer, seperti telur ayam ras, daging ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah, kopi bubuk dan kopi instan, tongkol, cabe rawit, dan kue basah.

Rokok dan Dampak Kesehatan

WHO (World Organization Health) memperkirakan, sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal karena merokok atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau setiap tahunnya. Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono pada konferensi pers virtual terkait Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2021, mengemukakan kebiasaan merokok menyubang persentase angka kematian kedua tertinggi di Indonesia setelah hipertensi.

Merokok menyumbang 17,3% risiko kematian, mengungguli kebiasaan diet tidak sehat sebesar 16,4%, gula darah tinggi sebesar 15,2%, obesitas 10,9%, dan kurang aktivitas fisik sebesar 1,4%. Hipertensi masih menjadi resiko kematian tertinggi sebesar 28%.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline